Saturday, April 13, 2013

Minggu III Paska: Memaknai Cinta....


Saudaraku, minggu yang  lalu kita berefleksi tentang indahnya kebersamaan yang dibangun atas landasan saling percaya. Menindaklanjuti refleksi ini, masih dalam tataran hidup bersama itu, bacaan-bacaan yang kita dengar hari ini mengundang kita untuk memperdalam komitmen iman kita yang nyata, yang terjelma dalam ungkapan kasih kita yang tulus kepada Tuhan lewat sesama.
Saya ingin membagikan refleksi saya hari ini berangkat dari bacaan Injilnya. Bacaan ini mengetengahkan dua situasi yang cukup menarik. Situasi pertama  menggambarkan keraguan, kesedihan dan rasa kurang nyaman dengan hidup yang lalu membuat Petrus dan para murid lainnya mengambil sebuah keputusan drastis, kembali ke kehidupan mereka yang dulu sebagai penjala ikan. Ketidakhadiran Yesus membuat mereka merasa sangat sepi dan tak bergairah.
Situasi Petrus dan kawan-kawan ini menggambarkan realitas hidup harian kita sendiri. Kadang kita merasa sendirian, ditinggalkan dan kehilangan gairah lantaran persoalan yang tak kita pahami, kesulitan yang terus mendera dan penderitaan yang tak ingin kita pikul. Dalam situasi seperti ini, kita diingatkan oleh Tuhan dalam bacaan Injil hari ini bahwa Ia tak pernah akan meninggalkan kita sendirian. Ia selalu ada dan bersama-sama dengan kita. BersamaNya, semua pasti akan beres. Yang sangat dibutuhkan di sini hanyalah, kesediaan untuk mengikuti dan juga kesetiaan untuk melaksanakan semua yang Tuhan kehendaki dari kita.
Situasi kedua diketengahkan Penginjil mengenai dialog yang intens antara Yesus dan Petrus sesaat setelah perjamuan bersama. Yesus menanyakan kepada Petrus mengenai arti cinta dan kewajiban yang terbersit di balik kata itu. Sebanyak tiga kali Yesus melontarkan pertanyaan itu dan memberiksan sebuah pesan moral yang sangat penting, tidak sekedar mengumbar cinta lewat kata-kata, namun membuktikannya lewat cara hidup.  
Cinta....ini tema yang menarik dan juga menantang. Sebuah petuah indah kiranya mengingatkan kita tentang tanggung jawab kita mengenai cinta itu sendiri. Dibutuhkan hanya beberapa detik untuk mengatakan, I Love you, 5 menit untuk menjelaskan mengapa I love you, 10 menit untuk meyakinkan dia tentang ketulusan I love you itu, namun, dibutuhkan seluruh hidup untuk membuktikan itu…
Percakapan antara Petrus dan Yesus ini mengingatkan kita bahwa cinta itu tak sebatas janji muluk belaka. Ia harus dibuktikan dalam hidup nyata. Cinta yang dimaksudkan oleh Yesus adalah cinta yang benar-benar tulus, yang rela membaktikan diri bagi kepentingan cinta itu sendiri. Cinta ini adalah yang mengabdi kepada sesama dan Tuhan secara total tanpa pamrih, yang menjadikan Yesus sebagai contoh dan teladan cinta itu sendiri. “Tiada cinta yang lebih besar dan lebih indah daripada cinta seorang yang menyerahkan nyawanya bagi sahabatnya” Dia memberi contoh, kita diharapkan untuk mengikuti jejakNya.
Dalam hal ini, bacaan pertama menyuguhkan kepada kita tentang bagaimana cinta Petrus dan kawan-kawanNya diwujudkan dan dihidupi dalam sebuah situasi nyata. Dalam usahanya untuk membungkam Petrus dan kawan-kawannya, para penguasa menggunakan berbagai macam cara. Namun semua ini tak mempan. Petrus dengan berani mewartakan kebenaran imannya tanpa merasa takut akan konsekuensi berat yang akan menimpanya. Mereka malah menjadi bahagia, bisa melaksanakan tugas pewartaan tersebut karena sudah merupakan komitmen yang mereka pilih dan pegang. Dengan cara ini mereka menghidupi secara nyata apa yang ditulis oleh Yohanes dalam penglihatannya, sebagaimana digambarkan dalam bacaan kedua. Hanya kepada Allah-lah mereka semua berbakti dan mengabdikan diri, menunjukkan cinta tulusnya lewat karya dan cara hidup.

Titik-titik refleksi....

@ Indah dan tenangnya hidup bersama Tuhan. Dia tak pernah meninggalkan kita sendirian
@ Do you love me? Don't tell me....Show me.....


Friday, April 5, 2013

Minggu II Paska: Indahnya Kebersamaan


Kebersamaan itu indah, apabila dibangun atas dasar yang kokoh: saling percaya....

Saudara dan saudariku yang terkasih. Hari ini kita merayakan Minggu II Paskah, pesta kemenangan Kristus atas dosa dan maut. Kisah kebangkitan Kristus di satu pihak menjadi landasan kebahagiaan dan ketenangan bagi mereka yang percaya, namun bagi mereka yang ragu, kisah ini justeru mendatangkan banyak tanda tanya sekaligus usaha untuk membuktikan kebenarannya. Dalam konteks inilah, bacaan-bacaan suci di hari Kerahiman ini mengajak kita untuk bercermin pada kisah yang disajikan dan berusaha memperbaiki diri agar bisa memperkokoh kebersamaan. Dengan kata lain, bacaan-bacaan suci hari ini memberikan resep bagaimana memperkokoh kebersamaan kita sebagai satu keluarga....
Dalam bacaan I yang dikisahkan Lukas mengetengahkan bagaimana iman dan kepercayaan bertumbuh dalam diri sekian banyak orang karena pewartaan para murid yang diperteguh dengan mujizad yang mereka lakukan atas nama Yesus, Dia yang sudah disalibkan namun bangkit dari maut. Para murid berani mewartakan kebenaran yang mereka imani, meninggalkan rasa takut dan bimbang karena karya-karya Tuhan yang mereka alami saat itu. Dan sebagai respons, umat terus saja menanamkan rasa percaya mereka kepada Tuhan dengan bergabung dalam kebersamaan bersama para rasul.
Mengenai karya pewartaan ini, Yohanes dalam bacaan II dari Kitab Wahyu mengetengahkan penglihatannya, di mana ia diminta untuk menuliskan semua yang disaksikannya sebagai satu bentuk pewartaan kepada orang lain. Kesaksian Yohanes ini bisa dilihat sebagai sumber penguatan bagi mereka yang lain terutama dalam situasi sulit yang dialami oleh kelompok pengikut Kristus pada saat itu sebagaimana dikatakan Yohanes pada awal bacaan kedua ini.
Kesulitan yang dihadapi dan dijalani komunitas pengikut Kristus ini dijelaskan lebih mendetail dalam bacaan Injil hari ini. Selain konflik internal yang mereka alami, lantaran ketidakpercayaan di antara mereka sendiri, mereka juga takut akan tekanan politis dari pihak yang berkuasa berkaitan dengan peristiwa penyaliban Yesus. Contoh nyata tentang konflik internal ini adalah Thomas yang menuntut sebuah bukti konkret ketika diberitahukan mengenai kebangkitan Yesus. Konflik internal dan ketakutan ini membuat mereka menjadi tidak merasa damai.
Dalam ketidatenangan, ketakutan dan keributan internal inilah, Yesus menyapa mereka dengan Salam DamaiNya, “Damai Sertamu...” Dengan Salam ini Yesus ingin mengatakan kepada mereka untuk saling mendengarkan, saling menguatkan dan saling percaya. Kebersamaan akan menjadi semakin rapuh bila tidak ada rasa saling percaya antar sesama anggota. Kekuatan akan menjadi semakin melemah bila setiap anggotanya ‘menghilang’ atau menuntut ini dan itu hanya untuk sekedar memenuhi keinginan pribadinya. 
Kepribadian dan tuntutan Thomas untuk bisa mendapatkan bukti nyata tentang kebangkitan Yesus ini justeru bertentangan dengan apa yang dikisahkan dalam bacaan I. Banyak orang menjadi percaya akan Yesus karena kesaksian dari banyak orang dan terutama pewartaan para rasul, Thomas, yang nota bene adalah rasul, malah masih meragukan kebenaran kisah kebangkitan Kristus dan malah menuntut sebuah bukti nyata untuk meyakinkan dia. Ini hanya menunjukkan kepada kita, bagaimana situasi nyata kadang begitu gampang merobohkan tiang-tiang kokoh penyanggah iman kita dan lebih dari itu membawa kita kepada sikap skeptis dan menuntut bukti dari Tuhan. Namun, sikap yang ditunjukkan Yesus dalam kisah Injil hari ini mengatakan satu pesan yang menarik, dalam kaitannya dengan Iman kepada Tuhan, dibutuhkan penyerahan yang total, kesediaan untuk menerima yang tidak bisa dimengerti dengan akal kita serta kebersamaan yang kokoh yang tercermin dalam kedamaian hati. Dalam Tuhan, semua perbedaan dihapuskan, ketenangan menjadi tercipta dan dengan ini, pewartaan kita menjadi lebih bermakna. Dengan kata lain, Kita semua, lewat cara hidup dan kebersamaan yang kita bina, kita sudah menjadi panutan dan dengan sendirinya ini menjadi salah satu bentuk pewartaan yang autentik dan berarti.
Memang, kebersamaan itu indah, apabila dibangun di atas dasar saling percaya...Tuhan ada di antara kita. Untuk itu, jangan kita menjadi batu sandungan dalam karya pewartaan gereja, hanya karena minat, keinginan dan kecenderungan pribadi kita. Sebaliknya, setiap kita harus menjadi inspirasi, bantuan dan sandaran bagi mereka yang lain terutama dalam menghadapi tantangan hidup yang tidaklah gampang ini.