Saudara dan saudariku yang terkasih. Hari
ini kita merayakan Minggu II Paskah, pesta kemenangan Kristus atas dosa dan
maut. Kisah kebangkitan Kristus di satu pihak menjadi landasan kebahagiaan dan
ketenangan bagi mereka yang percaya, namun bagi mereka yang ragu, kisah ini
justeru mendatangkan banyak tanda tanya sekaligus usaha untuk membuktikan
kebenarannya. Dalam konteks inilah, bacaan-bacaan suci di hari Kerahiman ini
mengajak kita untuk bercermin pada kisah yang disajikan dan berusaha
memperbaiki diri agar bisa memperkokoh kebersamaan. Dengan kata lain,
bacaan-bacaan suci hari ini memberikan resep bagaimana memperkokoh kebersamaan
kita sebagai satu keluarga....
Dalam bacaan I yang dikisahkan Lukas
mengetengahkan bagaimana iman dan kepercayaan bertumbuh dalam diri sekian
banyak orang karena pewartaan para murid yang diperteguh dengan mujizad yang
mereka lakukan atas nama Yesus, Dia yang sudah disalibkan namun bangkit dari
maut. Para murid berani mewartakan kebenaran yang mereka imani, meninggalkan
rasa takut dan bimbang karena karya-karya Tuhan yang mereka alami saat itu. Dan
sebagai respons, umat terus saja menanamkan rasa percaya mereka kepada Tuhan
dengan bergabung dalam kebersamaan bersama para rasul.
Mengenai karya pewartaan ini, Yohanes dalam
bacaan II dari Kitab Wahyu mengetengahkan penglihatannya, di mana ia diminta
untuk menuliskan semua yang disaksikannya sebagai satu bentuk pewartaan kepada
orang lain. Kesaksian Yohanes ini bisa dilihat sebagai sumber penguatan bagi
mereka yang lain terutama dalam situasi sulit yang dialami oleh kelompok
pengikut Kristus pada saat itu sebagaimana dikatakan Yohanes pada awal bacaan
kedua ini.
Kesulitan yang dihadapi dan dijalani
komunitas pengikut Kristus ini dijelaskan lebih mendetail dalam bacaan Injil
hari ini. Selain konflik internal yang mereka alami, lantaran ketidakpercayaan
di antara mereka sendiri, mereka juga takut akan tekanan politis dari pihak
yang berkuasa berkaitan dengan peristiwa penyaliban Yesus. Contoh nyata tentang
konflik internal ini adalah Thomas yang menuntut sebuah bukti konkret ketika
diberitahukan mengenai kebangkitan Yesus. Konflik internal dan ketakutan ini
membuat mereka menjadi tidak merasa damai.
Dalam ketidatenangan, ketakutan dan
keributan internal inilah, Yesus menyapa mereka dengan Salam DamaiNya, “Damai
Sertamu...” Dengan Salam ini Yesus ingin mengatakan kepada mereka
untuk saling mendengarkan, saling menguatkan dan saling percaya. Kebersamaan akan
menjadi semakin rapuh bila tidak ada rasa saling percaya antar sesama anggota. Kekuatan
akan menjadi semakin melemah bila setiap anggotanya ‘menghilang’ atau menuntut
ini dan itu hanya untuk sekedar memenuhi keinginan pribadinya.
Kepribadian dan tuntutan Thomas untuk bisa
mendapatkan bukti nyata tentang kebangkitan Yesus ini justeru bertentangan
dengan apa yang dikisahkan dalam bacaan I. Banyak orang menjadi percaya akan
Yesus karena kesaksian dari banyak orang dan terutama pewartaan para rasul,
Thomas, yang nota bene adalah rasul, malah masih meragukan kebenaran kisah
kebangkitan Kristus dan malah menuntut sebuah bukti nyata untuk meyakinkan dia.
Ini hanya menunjukkan kepada kita, bagaimana situasi nyata kadang begitu
gampang merobohkan tiang-tiang kokoh penyanggah iman kita dan lebih dari itu membawa
kita kepada sikap skeptis dan menuntut bukti dari Tuhan. Namun, sikap yang
ditunjukkan Yesus dalam kisah Injil hari ini mengatakan satu pesan yang
menarik, dalam kaitannya dengan Iman kepada Tuhan, dibutuhkan penyerahan yang
total, kesediaan untuk menerima yang tidak bisa dimengerti dengan akal kita serta
kebersamaan yang kokoh yang tercermin dalam kedamaian hati. Dalam Tuhan, semua
perbedaan dihapuskan, ketenangan menjadi tercipta dan dengan ini, pewartaan
kita menjadi lebih bermakna. Dengan kata lain, Kita semua, lewat cara hidup dan
kebersamaan yang kita bina, kita sudah menjadi panutan dan dengan sendirinya
ini menjadi salah satu bentuk pewartaan yang autentik dan berarti.
Memang, kebersamaan itu indah, apabila dibangun di atas dasar saling percaya...Tuhan ada di antara kita. Untuk itu, jangan kita menjadi batu sandungan dalam karya pewartaan gereja, hanya karena minat, keinginan dan kecenderungan pribadi kita. Sebaliknya, setiap kita harus menjadi inspirasi, bantuan dan sandaran bagi mereka yang lain terutama dalam menghadapi tantangan hidup yang tidaklah gampang ini.
No comments:
Post a Comment