Saudari dan saudaraku yang
terkasih dalam Kristus. Hari ini kita merayakan hari minggu prapaskah yang keempat.
Ini sungguh sebuah rahmat yang berlimpah kepada kita. Allah-lah yang menuntun
dan mendampingi kita hingga tiba pada hari yang bermakna ini. Semakin hari,
dalam perjalanan hidup kita, Allah terus saja menunjukkan kasih dan
kesetiaanNya kepada kita, tanpa memperhitungkan salah dan dosa yang kita
lakukan. Dalam refleksi kita di hari minggu yang lalu kita sudah melihat
bagaimana Allah menunjukkan kasihNya lewat kesempatan yang Ia limpahkan kepada
kita untuk berbenah diri agar menghasilkan buah yang bermakna dalam hidup. Sampainya
kita pada titik kehidupan sekarang ini, haruslah kita pahami sebagai kesempatan
emas yang Tuhan berikan kepada kita untuk menikmati dan terus membagikan
rahmatNya dengan mereka yang berada di sekitar kita.
Bacaan-bacaan yang kita dengar
pada hari minggu keempat ini pun masih terus membicarakan dan sekaligus
mengajak kita semua untuk berefleksi secara mendalam, betapa Allah terus dan
tetap menunjukkan kedalaman cinta dan kasihNya kepada kita umat pilihanNya. Kerahiman
dan keallahanNya itu Ia buktikan lewat caranya berelasi dengan kita.
Bacaan Injil hari ini, Lk. 15,
1 – 3. 11-32, mengetengahkan perumpaan yang menggambarkan kasih Allah yang
mendalam kepada kita anak-anakNya. Kedalaman cintaNya kepada kita tergambar
lewat kesediaanNya untuk menerima puteraNya yang kembali ke dalam rangkulanNya
setelah dia dengan tahu dan mau meninggalkan ayahnya dan menjalani sebuah pola
hidup yang bergelimangkan dosa dan salah. Allah kita itu ibarat sang ayah ini, yang
rela menerima dan bahkan merayakan pesta syukur kembalinya sang anak durhaka,
tanpa harus duduk dan memperhitungkan salah sang anak, atau berdiri dan
menceritakan rasa sakit hatiNya yang mendalam karena ulah sang anak. Yang
diutamakan adalah kebaikan dan keutuhan keluarganya karena kembaliNya sang anak
sebagai buah dari kesadaran dan pertobatanNya. Keinginan sang ayah untuk
menjaga keutuhan keluarganya ini tergambar jelas dengan kesediaannya untuk
pergi dan mendapati si sulung yang egoistis dan tersinggung sekaligus memanggilnya untuk bergabung
dalam pesta penyambutan kembalinya si bungsu, sambil menjanjikan dan
menyerahkan semua kepunyaannya kepada sang anak. Ini gambaran Allah yang sabar,
penuh kasih dan kerahiman serta kebijaksaan dalam berelasi dengan kita anak-anaknya, yang
nota bene memiliki kepribadian dan pola tingkah laku yang beragam dan berbeda.
Kebesaran cinta dan perhatian Allah tersebut digambarkan pula dalam bacaan pertama hari ini dalam kisah perjalanan hidup umat Israel (Jos. 5, 9a. 10 -12). Dalam kutipan ini,
Allah diketengahkan sebagai yang membebaskan umat pilihanNya dari cela, penderitaan dan
kesulitan hidup di Mesir dan menuntun mereka ke tanah yang dijanjikan, yang
mereka anggap sebagai milik mereka. Di sinilah mereka mulai menetap dan
mengerjakan tanah itu untuk menghasilkan buah yang berlimpah untuk menunjang
kehidupan mereka selanjutnya.
Gambaran Allah yang penuh
kerahiman dan kebaikan sebagaimana dilukiskan dalam dua bacaan di atas ini sudah harus menjadi dasar bagi kita untuk terus bernyanyi dan
bermadah memuliakan Allah sepanjang hidup kita. Mazmur tanggapan hari ini
mengungkapkan kebesaran Allah itu sekaligus mengundang kita untuk menyelami dan
membuktikan kebesaran Allah itu dalam keseharian kita. “Rasakan dan
buktikanlah, betapa baiknya Allah, “ demikian Mz 34 mengajak kita untuk
bermadah bersama. Karena Dia kita bermegah....Marilah kita bernyanyi untuk
memuliakan Dia yang begitu baik dengan kita.
Ajakan untuk bermadah dan
bernyanyi bersama pemazmur ini tentunya harus kita imbangi pula dengan sebuah pola hidup
yang penuh kesadaran dan tanggung jawab. Kesadaran untuk berbenah, memperbaiki
hidup kita dan keinginan dan kesediaan untuk beralih dari jalan hidup yang salah,
yang penuh dosa, serta kemauan untuk memulai sebuah cara hidup yang diilhami
dan diinspirasikan oleh ´jalan Tuhan´ dengan sendirinya menjadikan kita sebagai
´ciptaan baru´, demikian Santu Paulus dalam suratnya yang kedua kepada jemaat
di Korintus menjelaskan secara lebih jauh makna pertobatan dan inti arti
pertobatan kita ( 2Kor. 5, 17 – 21). Pertobatan (penyesalan hati) membawa si
bungsu kembali ke pangkuan keluarganya. Karena pertobatannya, dia diterima
sebagai manusia baru, yang bangkit dari keterpurukan dan karena itu dia
diberikan pakaian yang baru. Dengannya dibuatkan ikatan perjanjian yang baru,
lewat cincin yang dikenakan di jarinya namun tetap saja diberikan kebebasan
untuk menentukan arah dan langkah hidup selanjutnya (sepatu yang baru). Dengan
kata lain, pertobatan yang mendalam dan penuh kesaran, membawa kita untuk
menyelami secara total kerahiman Allah yang mendalam. Kedalaman relasi dan
keindahan hidup yang tercipta dari perdamaian ini lalu membentuk dan menjadikan
kita sebagai ciptaan baru dan sekaligus menyanggupkan kita untuk segera hidup
seturut identitas baru yang melekat dalam diri kita itu. Manusia baru (jubah
atau baju), perdamaian dan rekonsiliasi yang tercipta (cincin) dan juga
kebebasan yang melekat dalam diri kita, sudah seharusnya membawa kita untuk
menyelam dan terus mendalami makna kebesaran dan kasih serta kerahiman Allah
bagi kita. Dia telah melakukan semuanya untuk kita, dan selalu dengan setia dan
sabar mendampingi dan membantu kita dalam jalan hidup ini.
Titik-titik refleks:
@Allah itu seperti yang bijak
dan sabar yang selalu mau merangkul kita anak-anakNya, apa pun salah dan
tingkah pola kita setiap hari.
@Kesadaran akan salah harus
membawa kita pada pertobatan yang tulus yang selanjutnya menjadikan kita
sebagai manusia baru.
No comments:
Post a Comment