To forgive is to forget…. Petuah bijak pepatah ini dengan sendirinya
menjadi sebuah tantangan yang sangat menarik untuk direfleksikan agar
dimengerti dengan baik sebelum memaknainya dalam hidup harian. Hari-hari
menjelang Pesta Paskah, banyak yang memanfaatkan Sakramen Pengakuan untuk berdamai dengan Tuhan, diri dan sesama
demi sebuah perayaan Paskah yang tenang dan damai. Semua ingin bangkit bersama
Kristus dan meninggalkan semua yang salah dan dosa demi sebuah kehidupan baru
yang lebih berarti.
Dalam semangat pembaharuan inilah, bacaan-bacaan suci di hari minggu V
masa Pra-paskah ini mengajak kita semua untuk memahami dan mendalami arti kebaikan, kesabaran dan
cinta Tuhan kepada kita. Penginjil Yohanes dalam bacaan Injil mengetengahkan
sebuah kisah yang menarik untuk kita refleksikan bersama, terutama mengenai
kualitas kebersamaan kita setiap hari. Yesus
dengan caranya yang khas, berusaha menyadarkan orang-orang yang ingin sekali
bermain hakim sendiri, hanya untuk memuaskan egonya yang berlebihan yang juga dimotivasi oleh keinginan yang kuat
untuk mencobai dan mengetahui reaksi Yesus dengan situasi yang ada. Yesus lewat pernyataanNya yang menusuk meruntuhkan ego masyarakat dengan menunjukkan satu fakta yang
tak bisa dielakkan. “Siapa
yang tidak mempunyai dosa, hendaklah menjadi orang yang pertama pertama
melempari wanita itu.” Sebuah jawaban bijak yang langsung mematikan. Semua
menjadi sadar, sadar akan kesombongannya sendiri. Mereka lalu berbalik dan melihat ke kedalaman
hatinya, dan tahu sekarang, bahwa mereka pun adalah pendosa. Kesadaran ini membuat
semua menjadi malu dan lalu mundur dengan teratur sambil terus mendalami
perkataan Yesus. Lalu kepada wanita yang lemah dan tertunduk malu karena
situasinya, Yesus mengutusnya pergi dengan pesan yang sangat bermakna, “Aku pun tak menghukummu, pergilah,
dan jangan berdosa lagi.” Ini sebuah tugas perutusan, yang di satu pihak
menandai harapan Tuhan akan sebuah kehidupan baru yang akan dimulai oleh sang
wanita, juga menunjukkan dengan tegas, bagaimana Tuhan bereaksi dan
berinteraksi dengan kita. Dosa bukanlah akhir segalanya. Dosa dan bukanlah alasan untuk mendapatkan sebuah hukuman. Dosa dan salah bagi Tuhan, merupakan titik awal untuk mengungkapkan kasih dan menyatakan kebaikanNya. Sikap tegasnya kepada orang-orang yang
gatal tangannya untuk segera menghukum, dan juga kelembutan hatiNya kepada
pendosa yang remuk redam hatinya adalah bukti nyata tentang ini. Dia justeru mengajak kita untuk selalu bercermin padaNya
dan mencernai kualitas kebersamaan kita. Hendaklah semua situasi yang kita
hadapi menjadi ajang untuk melihat dan memperbaiki diri. Memperbaiki diri demi
menjamin kebersamaan. Salah orang sudah pasti harus kita koreksi, tetapi
mengoreksinya bukannya untuk menjatuhkan atau meruntuhkan kredibilitasnya,
tapi demi menjamin kebaikan bersama.
Tindakan Yesus dalam kisah dramatis ini,
dengan sendirinya menjelaskan apa yang dikatakan oleh Yesaya dalam bacaan I
hari ini. Allah kita bukanlah Allah yang terus menggali dan memegang perilaku
kita di sama lalu dan menjadikannya sebagai tolok ukur untuk menilai dan
memperlakukan kita. Allah kita bukanlah Allah yang melihat dosa kita sebagai alasan untuk menghukum. Sebaliknya, Ia terus menunjukkan kelembutan
hatiNya, menuntun kita pada jalan yang benar dan mengajak kita untuk menghidupi
sebuah kehidupan yang layak sebagai anak-anakNya.
Ajakan untuk hidup layak ini lalu
dijabarkan lebih lanjut oleh Paulus dalam suratnya kepada umat di Filipi dalam
bacaan II. Di sini Paulus mengetengahkan pengalaman dan refleksinya mengenai
arti hidupnya sebagai hamba Tuhan dalam kaitannya dengan cara hidup dan
pemikirannya. Baginya, Kristus adalah segalanya. Karena Kristus, dia rela
meninggalkan semua yang lain dan mendedikasikan diri sepenuhnya pada apa yang
Kristus inginkan. Dia tidak melihat diri sebagai yang sempurna, tetapi justeru
melihat semua kekurangannya sebagai sebuah alasan untuk terus dan tetap
berusaha demi mencapai kesempurnaan hidup sebagai hamba Tuhan.
Mengakhiri refleksi ini, bacaan-bacaan suci
ini mengajak kita untuk memahami arti kasih Tuhan kepada kita dan sekalian
mengajak kita untuk menghidupi kasih itu dalam kebersamaa kita sebagai sama
saudara dan saudari. Mari kita belajar memaafkan dan mengampuni, meninggalkan masa lalu
yang suram, demi sebuah kebersamaan yang lebih baik sekarang dan seterusnya. Dengan ini, kita bisa menciptakan sebuah iklim
kebersamaan yang ideal, saling menerima dan mendukung, saling menjaga dan
mengoreksi…Mari saling memaafkan........
Titik-titik refleksi:
@ To forgive is to forget…..Sanggupkah aku….?
@ Allah tidak pernah menjadikan masa lalu kita sebagai patokan dalam
berelasi dengan kita. Mari kita kembali berdamai denganNya. Jangan terpenjara
dengan masa lalu. “Aku pun tidak menghukummu. Pergilah, dan jangan berbuat dosa
lagi.”
@ Resep hidup bersama: tinggalkan semua yang menjauhkan kita dari
Kristus dan mari kita berusaha bersama, bahu membahu, untuk mencapai
kesempurnaan hidup: iklim kebersamaan yang ideal di antara kita.