
Bacaan Injil mengetengahkan cerita
tentang ketakutan dan ketidakpercayaan para murid Kristus akan peristiwa
kebangkitan Yesus. Ini sebenarnya sesuatu yang sangat ironis bahwa para muridNya sendiri tidak sanggup memahami dan tidak mempercayai kesaksian para murid dan wanita tentang kubur kosong dan perjumpaan mereka dengan Kristus (Yesus yang bangkit). Pada kenyataannya, selama
hidupNya, Yesus sudah berulang kali menjelaskan dan mempersiapkan para murid untuk menghadapi
semua peristiwa hidup ini, - dalam hal ini, sengsara, wafat dan kebangkitanNya - sebagai sebuah peristiwa iman. Namun, para murid justeru gagal untuk memahami semua ini. Kebersamaan yang
sudah menjadi ideal kehidupan para murid yang sudah digariskan dan dijelaskan
secara gamblang oleh Yesus selama hidupNya bersama mereka dan sudah didoakan secara khusus di malam perjamuan terakhir mereka perlahan mulai terancam.
Kesatuan mereka menjadi retak: kesaksian mereka yang melihat penampakan
Yesus diragukan dan dipertanyakan; Ketakutan yang mereka bangun sendiri akan
situasi kritis di luar setelah kematian Sang Guru, membuat mereka untuk terus saja mengunci diri saja di dalam
rumah. Mereka tidak memiliki keberanian untuk keluar, karena takut menjadi korban penyaliban seperti guru
mereka. Sementara itu, ketegangan internal mereka di dalam rumah karena
keraguan dan ketidakpercayaan akan cerita yang lain menjadikan kehidupan
bersama mereka menjadi sangat tidak nyaman.
Dalam
ketidaknyamanan inilah Yesus muncul di tengah mereka dengan pesan damaiNya.
Damai Sertamu! Sapaan awal Yesus ini merujuk pada pentingnya landasan yang kuat
untuk bisa menikmati kehidupan bersama itu sendiri. Bagaimana
kita bisa hidup bersama kalau tidak ada damai di antara kita. Bagaimana kita
bisa damai kalau kita tidak mau untuk saling mendengarkan dan mencoba memahami semua yang
terjadi di hari lalu melalui optik iman, atas dasar pengajaran dan penjelasan
Yesus. Bagaimana kita bisa berefleksi kalau kita tidak memiliki ketenangan baikk dalam diri kita (tidak takut) dan juga dalam hidup bersama orang lain (saling percaya dan saling mendengarkan)...
Landasan kedamaian inilah yang kita butuhkan. Dan kehadiran Yesus di antara
mereka dengan pesan damaiNya ini yang lantas membuka dan mencairkan
ketegangan hati mereka (internal) untuk lalu kembali mempererat tali persatuan
mereka sebagai sebuah kelompok yang kokoh (eksternal). Dengan kedamaian yang mulai meraja
dalam hati mereka, ikatan persaudaraan yang mulai terjalin baik, mereka
perlahan bisa memahami semua yang terjadi dan mulai merefleksikan dengan jernih dan tenteram mengenai peran aktif Tuhan dalam semua peristiwa hidup yang lalu memberikan mereka dasar dan kepastian yang kokoh untuk segera keluar dari kungkungan ketakutan mereka dan dengan berani mewartakan bahwa Ia hidup dan merekalah saksi nyata tentang semua itu.
Dalam pemahaman tentang kedamaian
inilah, kita bisa mengerti makna pesan Petrus dalam bacaan pertama dan juga
Surat pertama Yohanes dalam bacaan kedua. Kedua bacaan ini meminta kita untuk
sesegera mungkin merubah diri, menyadari keteledoran kita secara lebih dini
demi menyelamatkan kebersamaan kita sebagai satu keluarga (Murid Kristus).
Dalam kebersamaan yang damai ini kita diberi bekal yang kuat, keyakinan akan
kehadiran Kristus yang hidup dan terus berkarya di antara kita dan kesediaan
serta keberanian untuk keluar dari kungkungan ketakutan yang kita bangun
sendiri untuk bisa mewartakan karya dan kebesaran Tuhan. Petrus dengan berani berbicara tentang fakta kebangkitan dan menunjukkan jalan keluar menuju keselamatan (ketenangan hidup): pertobatan. Yohanes, kepada umat dan murid binaannya, meminta mereka untuk tidak lagi berdosa, mengulangi kesalahan yang sama karena itu akan merusak tatanan hidup bersama dan mengancam ketenangan hidup sebagai wakil Kristus yang autentik.
Inti dasarnya bahwa, ketiga bacaan
hari ini mengajak kita untuk bisa mengintrospeksi diri secara mendalam mengenai
peran, ulah dan kontribusi kita dalam kehidupan bersama. Katakanlah, kita perlu
bertanya pada diri sendiri, apakah aku sanggup menjadi instrumen Kristus untuk
bisa menyumbangkan iklim yang positif dan kondusif demi menciptakan kedamaian
dalam kehidupan bersama.... Kesadaran akan ulah dan laku kita harus membawa
kita untuk dengan tegas dan berani meninggalkan semua yang menciptakan keretakan,
mengganggu stabilitas bersama, dan membuka diri secara rendah
hati agar damai yang Kristus bawa memberikan inspirasinya kepada kita, dan dengan kita sanggup dengan berani keluar dari kungkungan ketakutan dan masa lalu kita yang suram unutk menjadi alat damai Tuhan yang efektif kepada mereka yang berada
di sekitar kita.
Pesan akhir Yesus dalam bacaan hari
ini menguatkan kita, bahwa Dia tetap saja mempercayai kita untuk terus menjadi
saksiNya. Kita memang rapuh, tapi kerapuhan
ini harus membawa kita untuk membuka diri kepada Kristus untuk dikuatkan
sebelum kita beranjak kepada karya misi yang nyata. Missionaris yang paling
handal adalah mereka yang menyadari selalu akan kekurangannya dan berusaha
untuk merubah diri demi memberikan kesaksian hidup yang lebih autentik.
Misionaris Kristus yang sejati bukanlah mereka yang tidak memiliki dosa atau
salah. Namun, missionaris Kristus yang ideal adalah mereka yang
selalu dengan rendah hati menyadari ketidaklayakannya di hadapan Tuhan dan
sesama dan selalu berusaha untuk memperbaikinya.
Dia yang memanggil kita, justeru
menaruh harapannya agar kita terus saja bersaksi tentangNya. Tuhan tidak pernah berhenti atau menyesal untuk menjadikan kita sebagai
saksiNya meski kita ini adalah pendosa dan sebenarnya tak layak unutk tugas yang sangat mulia ini. Akan tetapi, justeru kedosaan dan kerapuhan kita ini menjadi moment dan medan di mana Tuhan terus saja menyatakan dan menunjukkan kasih dan cintaNya yang berlimpah....
No comments:
Post a Comment