Hari ini adalah hari pertama dari Tri-Hari Suci
Paskal, hari yang penuh dengan pesan dan tugas buat kita semua yang mengakukan
diri sebagai pengikut Kristus. Hari ini kita mengenangkan hari di mana Yesus
dalam perjamuan bersama para muridNya, meninggalkan beberapa warisan dan wasiat
untuk kita perhatikan. Semua warisan ini tersirat dalam makna perayaan hari ini dan juga
tersurat secara jelas dalam bacaan-bacaan suci yang disuguhkan kepada kita hari
ini.
Bacaan pertama, mengisahkan kepada kita bagaimana umat Israel melihat campur tangan
Tuhan dalam proses pembebasan para leluhur mereka dari tangan besi
penindas mereka, bangsa Mesir. Ide
perjamuan yang ditempatkan dalam bagian awal bacaan ini mengundang kita untuk memperhatikan
makna pentingnya kebersamaan dalam kehidupan. Tata cara pelaksanaan perjamuan
dalam tatanan kekeluargaan menyiratkan kepada kita untuk lebih menghargai moment-moment
penting dalam kehidupan harian sebagai sebuah ajang untuk saling berbagi,
saling memperhatikan, saling mengasihi, dan seterusnya. Kehidupan masyarakat
tradisional yang mengutamakan kebersamaan, keharmonisan, kesetaraan,
solidaritas, kebersaudaraan merupakan pilar-pilar kehidupan yang memampukan
setiap individu untuk sanggup menghadapi realitas hidup yang tidak gampang.
Dalam pengalaman penindasan yang dialami suku Israel di tangan orang-orang
Mesir, mereka yang tertindas ini justeru mendapatkan kekuatan, ketenangan,
ketabahan dan inspirasi untuk terus berjuang demi pembebasan mereka dalam
lingkup kehidupan mereka yang solider dan bersaudara.
Dalam lingkup kebersamaan inilah, kita bisa
memahami makna pesan Yesus dalam
santapan terakhirnya bersama para muridNya sebagaimana dikisahkan oleh
Penginjil Yohanes. Yesus, dalam wejangan terakhirnya kepada para Murid, dengan
cara yang paling sederhana mengundang kita semua yang menamakan diri sebagai
pengikutNya untuk meneruskan legasinya dalam tataran kehidupan bersama kita. Dia,
dengan caraNya menunjukkan apa artinya menghidupi Kasih dalam bentuk yang
paling sederhana: saling melayani. Tindakannya membasuk kaki para muridNya mengingatkan kita untuk selalu merendahkan
diri, menjadi saudara yang selalu bersedia untuk melayani dan membahagiakan
saudaraNya. Kritikannya kepada Petrus yang menolak untuk dibasuh kakinya,
sekaligus juga merupakan peringatan kepada kita untuk selalu memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk melayani kita. Setiap kita harus memiliki kerendahan
hati untuk mengakui bahwa sekalipun kita sudah merasa diri bersih, masih saja
ada yang perlu untuk dibersihkan. Kita harus membiarkan diri ‘dibersihkan’ atau
dibasuh oleh orang lain, agar benar-benar bersih. Muncul sebuah pertanyaan
singkat, “Sanggupkah aku membuka diri untuk “dibersihkan” oleh sama saudara
saya yang berada di sekitar kita? Sering kita berpikir bahwa menjadi aktif
adalah tugas kita. Namun kita lupa, bahwa kita juga harus menyediakan waktu
untuk mendengarkan kritik dan saran, anjuran dan perbaikan dari mereka yang
berada di sekitar kita merupakan alat yang paling ampuh untuk selalu memperkokoh
kebersamaan kita. Kita memiliki kecerdasan dan juga kecenderungan untuk
memperbaiki, menganjurkan, mengkritik segala sesuatu yang terjadi di sekitar
kita, namun pada saat yang sama, kita harus memiliki kerendahan hati yang cukup
untuk bisa mendengarkan apa yang orang lain ingin katakana tentang kita.
Selanjutnya, dalam pola kebersamaan
ini, terutama dalam aspek ritual keagaamaan,
legasi yang Yesus tinggalkan sebagaimana dikisahkan oleh Paulus dalam
suratnya yang pertama kepada Umat di Korintians dalam bacaan kedua bisa kita
pahami. Setiap saat kita merayakan ekaristi, kita menghidupi misteri
penyelamatan kita dalam iklim kebersamaan sebagai sebuah moment keselamatan.
Keselamatan, seperti yang sering kita dengarkan, bukan hanya berarti, berada di
surga nanti bersama Tuhan setelah kematian kita, namun juga berarti sebuah
testimoni, kesaksian hidup mengenai arti kebersamaan dalam kehidupan kita yang
harmonis bersama saudara dan saudari kita di dunia ini dan sekarang. Karena
itu, setiap kali kita mengenangkan Kristus yang mati dan bangkit untuk kita
dalam perayaan ekaristi, selayaknya ini kita rayakan dalam iklim persaudaraan
dan kedamaian, di mana setiap kita menempatkan mereka yang berada di sekitar
kita bukan sebagai obyek pelaksanaan karya karitatif, namun lebih sebagai
subyek yang selalu berusaha untuk berusaha untuk mempertahankan dan melindungi
kebersamaan itu lewat upaya-upaya yang nyata.
Semoga wasiat dan warisan yang
Yesus serahkan kepada kita dalam perayaan hari ini, membawa kita untuk lebih
sadar akan tanggung jawab kita untuk terus menjaga dan memelihara iklim
kebersamaan dalam bentuk yang paling nyata.
Selamat Berefleksi……
No comments:
Post a Comment