Thursday, April 2, 2015

Refleksi Kamis Putih: Aku Datang untuk Melayani (Eu Vim Para Servir)

 Hari ini adalah hari pertama dari Tri-Hari Suci Paskal, hari yang penuh dengan pesan dan tugas buat kita semua yang mengakukan diri sebagai pengikut Kristus. Hari ini kita mengenangkan hari di mana Yesus dalam perjamuan bersama para muridNya, meninggalkan beberapa warisan dan wasiat untuk kita perhatikan. Semua warisan ini tersirat  dalam makna perayaan hari ini dan juga tersurat secara jelas dalam bacaan-bacaan suci yang disuguhkan kepada kita hari ini.
Bacaan pertama, mengisahkan kepada kita  bagaimana umat Israel melihat campur tangan Tuhan dalam proses pembebasan para leluhur mereka dari tangan besi penindas  mereka, bangsa Mesir. Ide perjamuan yang ditempatkan dalam bagian awal bacaan ini mengundang kita untuk memperhatikan makna pentingnya kebersamaan dalam kehidupan. Tata cara pelaksanaan perjamuan dalam tatanan kekeluargaan menyiratkan kepada kita untuk lebih menghargai moment-moment penting dalam kehidupan harian sebagai sebuah ajang untuk saling berbagi, saling memperhatikan, saling mengasihi, dan seterusnya. Kehidupan masyarakat tradisional yang mengutamakan kebersamaan, keharmonisan, kesetaraan, solidaritas, kebersaudaraan merupakan pilar-pilar kehidupan yang memampukan setiap individu untuk sanggup menghadapi realitas hidup yang tidak gampang. Dalam pengalaman penindasan yang dialami suku Israel di tangan orang-orang Mesir, mereka yang tertindas ini justeru mendapatkan kekuatan, ketenangan, ketabahan dan inspirasi untuk terus berjuang demi pembebasan mereka dalam lingkup kehidupan mereka yang solider dan bersaudara.
Dalam lingkup kebersamaan inilah, kita bisa memahami  makna pesan Yesus dalam santapan terakhirnya bersama para muridNya sebagaimana dikisahkan oleh Penginjil Yohanes. Yesus, dalam wejangan terakhirnya kepada para Murid, dengan cara yang paling sederhana mengundang kita semua yang menamakan diri sebagai pengikutNya untuk meneruskan legasinya dalam tataran kehidupan bersama kita. Dia, dengan caraNya menunjukkan apa artinya menghidupi Kasih dalam bentuk yang paling sederhana: saling melayani. Tindakannya membasuk kaki para muridNya  mengingatkan kita untuk selalu merendahkan diri, menjadi saudara yang selalu bersedia untuk melayani dan membahagiakan saudaraNya. Kritikannya kepada Petrus yang menolak untuk dibasuh kakinya, sekaligus juga merupakan peringatan kepada kita untuk selalu memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melayani kita. Setiap kita harus memiliki kerendahan hati untuk mengakui bahwa sekalipun kita sudah merasa diri bersih, masih saja ada yang perlu untuk dibersihkan. Kita harus membiarkan diri ‘dibersihkan’ atau dibasuh oleh orang lain, agar benar-benar bersih. Muncul sebuah pertanyaan singkat, “Sanggupkah aku membuka diri untuk “dibersihkan” oleh sama saudara saya yang berada di sekitar kita? Sering kita berpikir bahwa menjadi aktif adalah tugas kita. Namun kita lupa, bahwa kita juga harus menyediakan waktu untuk mendengarkan kritik dan saran, anjuran dan perbaikan dari mereka yang berada di sekitar kita merupakan alat yang paling ampuh untuk selalu memperkokoh kebersamaan kita. Kita memiliki kecerdasan dan juga kecenderungan untuk memperbaiki, menganjurkan, mengkritik segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita, namun pada saat yang sama, kita harus memiliki kerendahan hati yang cukup untuk bisa mendengarkan apa yang orang lain ingin katakana tentang kita.
Selanjutnya, dalam pola kebersamaan ini, terutama dalam aspek ritual keagaamaan,  legasi yang Yesus tinggalkan sebagaimana dikisahkan oleh Paulus dalam suratnya yang pertama kepada Umat di Korintians dalam bacaan kedua bisa kita pahami. Setiap saat kita merayakan ekaristi, kita menghidupi misteri penyelamatan kita dalam iklim kebersamaan sebagai sebuah moment keselamatan. Keselamatan, seperti yang sering kita dengarkan, bukan hanya berarti, berada di surga nanti bersama Tuhan setelah kematian kita, namun juga berarti sebuah testimoni, kesaksian hidup mengenai arti kebersamaan dalam kehidupan kita yang harmonis bersama saudara dan saudari kita di dunia ini dan sekarang. Karena itu, setiap kali kita mengenangkan Kristus yang mati dan bangkit untuk kita dalam perayaan ekaristi, selayaknya ini kita rayakan dalam iklim persaudaraan dan kedamaian, di mana setiap kita menempatkan mereka yang berada di sekitar kita bukan sebagai obyek pelaksanaan karya karitatif, namun lebih sebagai subyek yang selalu berusaha untuk berusaha untuk mempertahankan dan melindungi kebersamaan itu lewat upaya-upaya yang nyata.
Semoga wasiat dan warisan yang Yesus serahkan kepada kita dalam perayaan hari ini, membawa kita untuk lebih sadar akan tanggung jawab kita untuk terus menjaga dan memelihara iklim kebersamaan dalam bentuk yang paling nyata.

Selamat Berefleksi……

No comments:

Post a Comment