Dalam dua minggu terakhir,
bacaan-bacaan suci mengetengahkan tentang indahnya kehidupan bersama. Pekan ini,
bacaan yang disuguhkan untuk refleksi kita mengetengahkan tantangan yang harus
dihadapi oleh para abdi Tuhan dalam kehidupan bersama.
Penginjil Lukas dalam bacaan Injil mengisahkan kepada kita, penolakan terhadap
Yesus dan alasan mengapa Ia ditolak. Kekaguman dan ketertarikan akan pesona Yesus
berubah menjadi penolakan hanya karena mereka mengenal asal muasalNya (keluargaNya)
dan karena ketegasanNya untuk mengatakan kebenaran, mengeritik secara langsung kepicikan
mereka. Dia ditolak lantaran dia bukan berasal dari kalangan elit, bukan dari
kalangan berada. Kepicikan mereka dalam berpikir semakin ditelanjangi oleh
Yesus ketika Ia mengungkapkan fakta sejarah di masa lalu, sekalian sebagai
peringatan buat mereka, ‘keselamatan itu akan terjadi hanya kepada mereka yang
benar-benar membutuhkan, mereka yang berserah total kepada Allah.’
Penolakan terhadap Yesus sudah
pasti merupakan sebuah peringatan kepada kita pengikutNya. Usaha untuk menghidupi panggilan kita secara
total dan serius sudah pasti akan dan sering menemui rintangan. Pengalaman
harian kita sudah pasti berbicara banyak. Sering kali orang (bahkan kita
sendiri) lebih melihat siapa yang berbicara dan bukannya apa yang dibicarakan. Lantaran
yang berbicara bukanlah siapa-siapa, apa yang dikatakan itu dengan sendirinya
diabaikan dan dilupakan. Dihadapkan dengan situasi ini, Yesus memberi contoh
nyata untuk tidak diam dan menyerah. Inilah tugas kita. Ini panggilan kita.
Beresiko, sudah pasti. Bila kita berhenti, maka kesalahan akan tetap dianggap
benar dan kebenaran disingkirkan dan akibatnya, semua kita sudah tahu,
penderitaan yang berkepanjangan, serta konflik yang tiada ujung.
Menghadapi ini, kita diingatkan
oleh Nabi Yeremias dalam bacaan pertama mengenai jati diri dan kekhususan kita
di mata Tuhan yang perlu menjadi dasar pijak dan kekuatan untuk kita. Kita dipanggil dan
dipilih olehNya secara khusus untuk menjalankan tugas yang mulia: mewartakan
kebenaran lewat cara hidup yang benar sekaligus memperkenalkan jalan dan
keadilanNya kepada sesama. Karena itu, kita diingatkan bahwa kita tak mungkin
bekerja sendirian. Ia selalu besama kita. Yang perlu kita lakukan adalah
menjalankan apa yang menjadi tugas utama kita, menjadi penyebar kasih. Untuk ini,
surat Pertama Rasul Paulus kepada umat di Korintus menjadi pegangan kita. Dalam
segala yang kita buat, katakan dan hidupi, kasih harus menjadi faktor
penentunya. Dengan dan dalam kasih, semuanya menjadi sempurna dan kehidupan
bersama menjadi semakin mapan dan tenang. Inilah jalan kepada kesempurnaan dan
dengan tanda inilah kita semua dikenal sebagai pengikut Kristus.
Titik-titik refleksi:
1. Tantangan,
ini bagian dari hidup. Perlu dihadapi dengan tenang dan penuh keyakinan, Tuhan
ada bersama kita.
2. Merasa
ditolak karena mempertahankan dan menunjukkan yang benar, tidak harus membuat
kita diam dan berhenti bermisi. DIA sendiri pernah ditolak.
(Murid tak lebih besar dari sang guru)
3. Kasih, jadikanlah ini sebagai jiwa dan inspirasi
hidup. Kita dikenal sebagai muridNya, lewat kasih sejati yang kita hidupi dan
bagikan pada sesama.
No comments:
Post a Comment