Saturday, May 9, 2020

Janganlah Takut....Don´t be Afraid.....

Picture is taken from the internet
Merayakan hari minggu kelima dalam Masa Paskah, hari ini kita disuguhi dengan bacaan-bacaan yang menenangkan dan sarat dengan pesan misi. Dalam bacaan injil kita mendengarkan pesan Yesus kepada murid-muridNya, untuk tetap teguh dalam imannya. Kepada kita dan terlebih kepada mereka yang masih ragu dan terus mencari kepastian, Yesus menegaskan identitas diriNya sebagai Jalan, kebenaran dan hidup. Sebagai Jalan, Yesus menyatakan diriNya sebagai pengantara, alat, mediasi yang membawa semua yang percaya kepadaNya kepada hidup yang tak lain adalah jaminan kekal bagi mereka yang percaya. Dialah yang membuka akses kepada kehidupan kekal itu sendiri. Ini adalah sebuah kebenaran yang hakiki, yang tak bisa dibantah. PengajaranNya lewat kata dan cara hidupNya menjelaskan secara mendetail tentang siapa Dia yang sebenarnya. Dan bahkan kepada Filipus yang masih sangsi akan kebenaran mendasar ini, yang masih menginginkan sebuah bukti untuk melihat dan mengenal Sang Bapa, Yesus langsung mengetengahkan satu kebenaran: Ia dan Bapa adalah satu. Apa yang dibuat Yesus, entah pengajaranNya, entah tindakanNya adalah cerminan kesatuan antara dia dan Allah (Bapa). Seluruh cara hidupnya merupakan ekspresi jati diriNya yang ilahi, bukti kesatuanNya dengan Allah. Kebenaran inilah yang harus diterima dan diakui sekaligus dijadikan dasar dan landasan hidup bagi semua yang percaya kepadaNya. Untuk itulah, Santu Yohanes Penginjil dalam awal pewartaannya dalam kutipan injil hari ini mengetengahkan pengajaran Yesus itu dengan pesan yang menenangkan, ´Jangan takut, jangan bimbang atau ragu...` dan kepada mereka yang percaya dan menerima Yesus diberikan jaminan kehidupan kekal.
Menegaskan ide sentral Yesus sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup yang dengan sendirinya menghadirkan karya dan wajah Allah Bapa secara nyata di dunia ini, Santo Petrus dalam suratnya yang pertama kepada kelompok jemaat binaannya dalam bacaan kedua hari ini mengibaratkan Yesus sebagai batu penjuru. Menjadi batu penjuru berarti menjadi titik tolak atau titik acuan dalam proses pengukuran dan pembangunan sebuah bangunan. Bagi kelompok yang tidak percaya, Yesus dianggap seolah sebagai batu yang tidak ada gunanya. Namun semua ini berubah total dengan kebangkitanNya. Dari batu yang terbuang dan tak berarti, (Peristiwa sengsara dan kematian), batu itu telah beralih fungsi (lewat kebangkitanNya) menjadi batu acuan, titik tolak pengajaran, dan landasan utama proses pembangunan sebuah kenisah rohani masyarakat yang beriman kepadaNya. Batu yang dibuang itu kini justeru menjadi sandungan bagi mereka yang menolak dan tidak mau menerimanya karena fungsi sentralnya yang tak terbantahkan.  
Salah satu contoh proses pembangunan rumah rohani seperti yang Santu Petrus tegaskan ini dapat dilihat secara nyata dalam cara hidup dan model pewartaan gereja perdana dalam bacaan pertama hari ini. Keluhan kelompok Yahudi berhasa Yunani yang merasa dianaktirikan dalam pelayanan dan cara para rasul menyelesaikan persoalan ini sebagaimana dikisahkan dalam Kisah Para Rasul patut menjadi acuan dalam karya pelayanan dan pewartaan kita sebagai gereja saat ini. Sebagai orang yang terpilih, yang mendapatkan urapan imamat yang rajani dan dan dijadikan sebagai bangsa yang kudus, tugas pewartaan yang kita haruslah total dan menyeluruh. Situasi kita saat ini memang sangat sulit. Akan tetapi kesulitan tidak harus membatasi kita untuk terus berbuat baik. Setiap kita diminta untuk turut membantu menyumbangkan tenaga, waktu dan material untuk terus menyukseskan proses pembentukan dan pembangunan kenisah rohani Tuhan. Titik acuan karya dan usaha kita adalah Yesus yang adalah Jalan, kebenaran dan hidup. Kita mengikuti pengajaran Yesus, karena kita percaya akan kebenaran yang Ia sampaikan dan jaminan untuk kita adalah kepenuhan hidup sebagaimana yang sudah Dia janjikan. Karena keyakinan kita yang teguh kepada Yesus, sang batu penjuru inilah, kita dipesankan untuk terus saja berusaha dan selalu menjadikan pola pikir dan praktek hidup harian kita tetaplah menjadi ajang untuk bermisi. Iman dan kepercayaan kita kepada Yesus menjadikan kita sebagai orang yang terpilih, yang diurapi dan digabungkan dalam kelompok yang dikuduskan ini sudah seharusnya selalu menjadi acuan untuk terus mewartakan kebaikan dan kebesaran Tuhan itu dengan gembira, tanpa takut dan penuh keyakinan kapan dan di mana saja dalam situasi apa pun. Dengan kata lain, karya dan cara hidup kita sebagai batu hidup dalam proses edifikasi kenisah rohani kita, sebagaimana dijelaskan Santu Petrus dalam bacaan kedua, harus bisa menumbuhkan iman yang teguh dalam diri kita dan juga dalam diri mereka yang menjadi bagian dari hidup harian kita. Contoh dan teladan hidup kita harus menjadi acuan bagi orang lain untuk tumbuh dan berkembang dalam iman dan keyakinan bahwa Tuhan berkarya lewat kita dan juga berkarya dalam diri mereka yang melihat dan percaya kepada Tuhan.
Dengan ini, bersama Pemazmur hari ini, kita bisa terus bernyani dan bermadah memuliakan Tuhan karena cintaNya yang tiada berakhir.
Selamat menikmati hari yang penuh rahmat ini.
Jangan takut....

Saturday, May 2, 2020

Minggu Keempat Paskah 2020: Kita Semua Dipanggil


Tuhanlah gembalaKu...
Lantunan pemazmur yang kita daraskan hari ini menyimpulkan secara mendalam makna pesan spiritual dari bacaan-bacaan hari minggu keempat dalam masa Paskah. Pesan ini lantas memberikan pada kita landasan yang utama untuk memahami secara lebih luas panggilan hidup kita di hari minggu Panggilan ini.
Tuhan tak pernah tidur atau tidak pernah lepas kendali dari kehidupan kita dalam situasi apapun dalam hidup kita. Inilah ungkapan keyakinan yang tersirat dalam nyanyian mazmur tanggapan ini. Dalam bacaan Injil, Penginjil Yohanes secara jelas mengetengahkan kepada kita gambaran profil seorang pemimpin yang sejati, yang penuh tanggung jawab dan dedikasi akan tugas dan perannya. Yesus, dalam pewartaanNya memperkenalkan diri sebagai seorang gembala yang sejati yang memiliki kedekatan yang intim dengan gembalaanNya, yang  menjamin ketenangan, kedamaian dan juga kenyamanan bagi para gembalaanNya yang mengikutiNya.
Kita menginginkan ketenangan. Kita mendambakan kedamaian. Kita mengusahakan kenyamanan. Semua yang kita lakukan setiap hari tentu didasarkan oleh keinginan untuk menciptakan semua harapan ini. Dan kepada kita semua, Penginjil Yohanes memberikan satu petunjuk: mendengarkan, mengikuti dan berada selalu dengan Yesus. Mendengar dan mengikuti Yesus adalah kata kunci untuk bisa mendapatkan ketenangan dan kenyamanan dalam hidup, terlebih untuk saat yang sulit dan berat seperti sekarang ini.
Namun bagaimana kita bisa mendengarkan dan mengikuti Yesus, Sang Gembala, dalam konteks kita saat ini?
Santu Petrus dalam bacaan Pertama, dalam kotbahnya di hadapan banyak orang, selain memperkenalkan imannya yang teguh akan Yesus yang dihukum mati oleh penguasa setempat namun bangkit mulia, menjelaskan secara mendetail apa artinya semua ini: Bertobat dan memberikan diri untuk dibaptis. Bertobat berarti merubah dan membaharui diri mengikuti prinsip hidup kristiani yang diajarkan Yesus, Sang Gembala. Langkah dan arah hidup yang Yesus tunjukkan harus menjadi pedoman hidup harian kita. Gaya dan prinsip hidup kita pun harus selalu meneladani contoh hidup yang Yesus tunjukkan. Pembaptisan yang sudah kita terima sejak kecil sudah harus menjadi landasan untuk bagaimana kita hidup selanjutnya sebagai seorang kristen, sebagai seorang pengikut Kristus. Pembaptisan kita bukanlah sekedar sebuah ritual inisiasi namun lebih daripada itu sebuah komitmen hidup yang perlu kita pegang seumur hidup.
Menjabarkan lebih lanjut tentang komitmen hidup seorang kristen ini, Santu Petrus dalam suratnya yang pertama kepada komunitasnya dalam bacaan kedua menjelaskan sekaligus mengakui besarnya tantangan dalam mengikuti Kristus. Mengikuti Kristus memang tidaklah gampang, apalagi dalam konteks hidup bersama. Kadang kita melakukan kesalahan sendiri dan memang pantas mendapatkan kritik atau teguran. Kadang kebaikan dan usaha baik kita justeru menerima tanggapan yang tak sedap malah ditolak dan disingkirkan oleh orang lain. Dalam situasi seperti inilah, Santu Petrus menegaskan untuk tidak berhenti berbuat baik. Kesulitan dan persoalan yang dihadapi dalam konteks hidup bersama tidak sampai membuat kita patah semangat dan atau berhenti untuk berbuat baik. Identitas kristen yang kita terima sejak saat pembaptisan kita sudah memberikan kepada kita landasan untuk terus berbuat baik kepada siapa saja dan kapan saja, terlepas dari perlakuan dan tanggapan negatif yang kita alami. Contoh dan keteladanan Yesus harus menjadi inspirasi bagi kita untuk terus berbuat baik. Kita harus tetap dan terus saja bermisi.
Memang karya misi haruslah terus berjalan. Dalam konteks inilah kita semua diajak secara khusus hari ini untuk mendoakan secara khusus karya misi pewartaan dan misi gereja. Hari ini dikenal sebagai minggu panggilan sedunia. Tentunya kita mendoakan dan terus terlibat dalam kampanye untuk menumbuhkan panggilan hidup khusus sebagai imam dan anggota religius untuk kebutuhan karya pewartaan kasih Tuhan. Akan tetapi, usaha dan aksi panggilan ini tentu saja tidak boleh menyepelekan satu fakta dasar bahwa semua kita dipanggil secara khusus oleh Tuhan untuk berbuat baik. Kita semua sama-sama mengikuti Yesus, sang Gembala kita. Kita semua mendengarkan suaraNya dan lebih dari itu Dia mengenal siapa kita dan Dialah yang memanggil kita. Maka tugas kitayang paling utama sekarang adalah mengupayakan agar setiap kita yang mengenal dan mengikuti suara Yesus sanggup hidup dan mengikuti teladan Yesus dalam kehidupan praktis. Peran dan aksi harian kita harus selalu diinspirasi oleh satu kesadaran mendasar bahwa ´saya dipanggil dan dikuduskan serta diutus oleh Tuhan untuk bermisi´ dalam konteks dasar kehidupan harian kita. Saatnya kita menjadikan contoh dan teladan hidup kristiani kita sebagai lumbung yang kaya untuk panggilan hidup khusus sebagai imam, biarawan dan biarawati. Upaya-upaya kita untuk mengajak dan memotivasi orang untuk memasuki dan menjalani panggilan hidup khusus tersebut tidak boleh dipisahkan dari usaha untuk menjadikan keluarga kita sebagai ´seminari´, tempat pertama dan utama pendidikan karakter pribadi kristen yang sejati yang akan dipoles lebih lanjut dalam proses pembentukan religius untuk menjadi imam, biarawan atau biarawati.
Semua kita mengikuti Yesus, sang Gembala yang sama lewat panggilan hidup yang beragam.
Semua kita mendengarkan suara dan panggilan Yesus dari arah yang berbeda. Namun tujuan dan arah hidup kita tetaplah sama. Semua kita dipanggil, dikuduskan dan diutus untuk mewartakan kemuliaan Tuhan lewat contoh hidup kita. Banyak jalan yang bisa kita tempuh untuk tiba ke Roma... Karena itu, setiap kita perlu berusaha untuk menjamin agar domba-domba yang lain tidak terpisah dari kawanan yang lain dan tetap dengan setia dan gembira mengikuti sang Gembala utama...
Do good and be good...
Tuhan memberkati kita selalu...


Obs.: Pic is taken from the internet...

Friday, April 24, 2020

Minggu Ketiga Paskah 2020: Don´t Worry, Be Happy....


Hari ini kita merayakan hari minggu ketiga masa Paskah 2020. Banyak di antara kita yang mungkin sudah lupa atau bahkan malas menghitung jumlah harinya berada dalam rumah karena sadar dan patuh akan himbauan pemerintah dan petugas medis agar bisa mengurangi sirkulasi vírus corona yang kini sudah menjalar hingga ke seluruh pelosok bumi.

Dalam kondisi seperti ini, banyak di antara kita yang mulai dan terus bertanya, hingga kapan semua ini akan berakhir ...? Atau, apa yang Tuhan ingin katakan pada kita dengan situasi seperti ini...? Apa yang Ia kehendaki dari kita sekarang ini...?

Dalam iklim ketakutan, ketidakpastian, stress dan seterusnya, hari ini kita kembali duduk bersama untuk merayakan hari minggu ketiga Paskah dalam doa yang dipandu oleh live streaming lewat media sosial (bila masih ada pulsa data yang cukup) atau TV. Ada pula yang tetap setia berkumpul sebagai keluarga tanpa bergantung pada panduan teknologi informasi, untuk bisa beribadah bersama. Semua kita terus berharap dan berdoa semoga situasi ini segera berakhir dan semua kita dilindungi dari ancaman vírus yang berbahaya ini.
Bacaan-bacaan yang kita dengar hari ini memberikan pesan yang sangat bermakna dan cocok dengan apa yang kita alami sekarang.
Bacaan injil hari ini menceritakan situasi internal para pengikut Kristus yang terus diliputi kesedihan yang mendalam setelah kematian Yesus, sang Guru. Mereka kehilangan pegangan dan arah hidup. Dua dari mereka bahkan nekat meninggalkan kebersamaan dalam rumah dan berangkat menuju Emaus. Kesedihan, ketidakpastian dan ketidakjelasan hidup, ketakutan dan putus asa membuat mereka tidak sempat mengenali Yesus yang hadir dan berjalan bersama mereka. Bahkan penjelasan Yesus yang mendetail tentang kenyataan yang terjadi itu dengan mengutip sabda dan pengalaman para Nabi dan kitab Taurat pun tak sanggup membuka pengertian mereka akan semua yang terjadi, meski hati mereka sendiri terasa berkobar-kobar ketika mendengar semua itu.

Saudara-saudariku. Pengalaman kedua pengikut Yesus ini boleh dibilang menggambarkan pengalaman harian kita saat ini. Ketidakpastian ke depan, kekalutan dalam menghadapi kesulitan dan persoalan hidup, kesedihan dan rasa putus asa sudah mulai merasuki kehidupan kebanyakan kita. Ada yang mungkin mulai malas berdoa dan bahkan mulai meragukan kehadiran dan karya Tuhan di antara kita lantaran situasi yang berkepanjangan ini.
Kepada kita semua yang bergulat dengan situasi hati yang seperti ini dihadapkan dengan kenyataan yang berat, pesan ketiga bacaan hari ini datang sebagai penyejuk hati. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Ia selalu hadir dan berjalan bersama kita, mendengarkan semua keluh kesah kita sekaligus menerangkan semua yang terjadi untuk membangkitkan semangat kita. Ia mengundang kita untuk kembali dan mendekatkan diri dengan SabdaNya untuk memahami semua yang terjadi. Ia memanggil kita untuk duduk dan bersantap bersama. Kita diminta untuk kembali ke akar persaudaraan (keluarga) untuk saling menguatkan dan meneguhkan. Ia selalu hadir dan berada bersama kita, dan terus menunjukkan jalan-jalanNya, seperti kata Pemazmur hari ini. Satu hal yang pasti, bersama Tuhan, kebahagiaan yang mendalam adalah jaminannya.
Kesanggupan memahami kebesaran Tuhan di jalan hidup ini dengan sendirinya harus membawa kita kembali kepada tujuan utama panggilan hidup kita: bermisi. Kita diminta kembali bersatu dengan keluarga: menerima dan menghadapi semua kesulitan dan kekurangannya dengan hati yang terbuka,  dan sekaligus untuk membantu membantu mencarikan solusi untuk meringankan dan mengatasi semua itu. Kesulitan, persoalan dan masalah harus menjadi moment yang tepat untuk menemukan kebesaran dan kehadiran Tuhan. Pengalaman akan akan kasih dan kebesaran Tuhan ini tentunya harus membawa kita untuk berbagi, baik kepada keluarga dekat seperti dikisahkan dalam injil, maupun kepada orang lain di luar lingkaran kita, seperti yang diceritakan dalam Kisah Para Rasul dalam bacaan pertama dan Surat Pertama Santu Petrus dalam bacaan kedua. Petrus dan para murid yang lain dengan berani dan penuh keyakinan membagikan keyakinan iman mereka kepada masyarakat di tempat umum sekaligus mengundang mereka untuk tidak hanya percaya kepada Yesus yang telah disalibkan dan wafat namun bangkit itu. Lebih dari itu, mereka diminta untuk mengambil bagian dalam karya pewartaan kabar gembira itu kepada orang lain. 
Saudara dan saudariku, Iman dan keyakinan kita akan Tuhan saat ini memang sedang dicoba. Situasi yang menantang seperti saat ini tidak harus membuat iman kita goyah atau sampai membawa kita untuk menjadi takut, putus asa, atau kehilangan pegangan. Inilah saat yang tepat dimana kita menunjukkan bahwa kita memiliki seorang Tuhan yang Mahapengasih dan penuh perhatian dengan umatNya. Inilah saat dimana doa dan kurban kita menjadi kesempatan untuk mempererat kebersamaan dan ikatan kekeluargaan kita. Inilah saatnya kita bersaksi tentang iman dan harap yang teguh kepada Tuhan secara nyata.
Ia selalu ada bersama kita. Ia menyertai Kita. Amin.
Don´t worry.... Be Happy..... He is with us.....




Thursday, March 3, 2016

Minggu keempat Prapaskah 2016: Menyelami Kedalaman Kerahiman Ilahi


Saudari dan saudaraku yang terkasih dalam Kristus. Hari ini kita merayakan hari minggu prapaskah yang keempat. Ini sungguh sebuah rahmat yang berlimpah kepada kita. Allah-lah yang menuntun dan mendampingi kita hingga tiba pada hari yang bermakna ini. Semakin hari, dalam perjalanan hidup kita, Allah terus saja menunjukkan kasih dan kesetiaanNya kepada kita, tanpa memperhitungkan salah dan dosa yang kita lakukan. Dalam refleksi kita di hari minggu yang lalu kita sudah melihat bagaimana Allah menunjukkan kasihNya lewat kesempatan yang Ia limpahkan kepada kita untuk berbenah diri agar menghasilkan buah yang bermakna dalam hidup. Sampainya kita pada titik kehidupan sekarang ini, haruslah kita pahami sebagai kesempatan emas yang Tuhan berikan kepada kita untuk menikmati dan terus membagikan rahmatNya dengan mereka yang berada di sekitar kita.
Bacaan-bacaan yang kita dengar pada hari minggu keempat ini pun masih terus membicarakan dan sekaligus mengajak kita semua untuk berefleksi secara mendalam, betapa Allah terus dan tetap menunjukkan kedalaman cinta dan kasihNya kepada kita umat pilihanNya. Kerahiman dan keallahanNya itu Ia buktikan lewat caranya berelasi dengan kita.
Bacaan Injil hari ini, Lk. 15, 1 – 3. 11-32, mengetengahkan perumpaan yang menggambarkan kasih Allah yang mendalam kepada kita anak-anakNya. Kedalaman cintaNya kepada kita tergambar lewat kesediaanNya untuk menerima puteraNya yang kembali ke dalam rangkulanNya setelah dia dengan tahu dan mau meninggalkan ayahnya dan menjalani sebuah pola hidup yang bergelimangkan dosa dan salah. Allah kita itu ibarat sang ayah ini, yang rela menerima dan bahkan merayakan pesta syukur kembalinya sang anak durhaka, tanpa harus duduk dan memperhitungkan salah sang anak, atau berdiri dan menceritakan rasa sakit hatiNya yang mendalam karena ulah sang anak. Yang diutamakan adalah kebaikan dan keutuhan keluarganya karena kembaliNya sang anak sebagai buah dari kesadaran dan pertobatanNya. Keinginan sang ayah untuk menjaga keutuhan keluarganya ini tergambar jelas dengan kesediaannya untuk pergi dan mendapati si sulung yang egoistis dan tersinggung sekaligus memanggilnya untuk bergabung dalam pesta penyambutan kembalinya si bungsu, sambil menjanjikan dan menyerahkan semua kepunyaannya kepada sang anak. Ini gambaran Allah yang sabar, penuh kasih dan kerahiman serta kebijaksaan dalam berelasi dengan kita anak-anaknya, yang nota bene memiliki kepribadian dan pola tingkah laku yang beragam dan berbeda.
Kebesaran cinta dan perhatian Allah tersebut digambarkan pula dalam bacaan pertama hari ini dalam kisah perjalanan hidup umat Israel (Jos. 5, 9a. 10 -12). Dalam kutipan ini, Allah diketengahkan sebagai yang membebaskan umat pilihanNya dari cela, penderitaan dan kesulitan hidup di Mesir dan menuntun mereka ke tanah yang dijanjikan, yang mereka anggap sebagai milik mereka. Di sinilah mereka mulai menetap dan mengerjakan tanah itu untuk menghasilkan buah yang berlimpah untuk menunjang kehidupan mereka selanjutnya.
Gambaran Allah yang penuh kerahiman dan kebaikan sebagaimana dilukiskan dalam dua bacaan di atas ini sudah harus menjadi dasar bagi kita untuk terus bernyanyi dan bermadah memuliakan Allah sepanjang hidup kita. Mazmur tanggapan hari ini mengungkapkan kebesaran Allah itu sekaligus mengundang kita untuk menyelami dan membuktikan kebesaran Allah itu dalam keseharian kita. “Rasakan dan buktikanlah, betapa baiknya Allah, “ demikian Mz 34 mengajak kita untuk bermadah bersama. Karena Dia kita bermegah....Marilah kita bernyanyi untuk memuliakan Dia yang begitu baik dengan kita.
Ajakan untuk bermadah dan bernyanyi bersama pemazmur ini tentunya harus kita imbangi pula dengan sebuah pola hidup yang penuh kesadaran dan tanggung jawab. Kesadaran untuk berbenah, memperbaiki hidup kita dan keinginan dan kesediaan untuk beralih dari jalan hidup yang salah, yang penuh dosa, serta kemauan untuk memulai sebuah cara hidup yang diilhami dan diinspirasikan oleh ´jalan Tuhan´ dengan sendirinya menjadikan kita sebagai ´ciptaan baru´, demikian Santu Paulus dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus menjelaskan secara lebih jauh makna pertobatan dan inti arti pertobatan kita ( 2Kor. 5, 17 – 21). Pertobatan (penyesalan hati) membawa si bungsu kembali ke pangkuan keluarganya. Karena pertobatannya, dia diterima sebagai manusia baru, yang bangkit dari keterpurukan dan karena itu dia diberikan pakaian yang baru. Dengannya dibuatkan ikatan perjanjian yang baru, lewat cincin yang dikenakan di jarinya namun tetap saja diberikan kebebasan untuk menentukan arah dan langkah hidup selanjutnya (sepatu yang baru). Dengan kata lain, pertobatan yang mendalam dan penuh kesaran, membawa kita untuk menyelami secara total kerahiman Allah yang mendalam. Kedalaman relasi dan keindahan hidup yang tercipta dari perdamaian ini lalu membentuk dan menjadikan kita sebagai ciptaan baru dan sekaligus menyanggupkan kita untuk segera hidup seturut identitas baru yang melekat dalam diri kita itu. Manusia baru (jubah atau baju), perdamaian dan rekonsiliasi yang tercipta (cincin) dan juga kebebasan yang melekat dalam diri kita, sudah seharusnya membawa kita untuk menyelam dan terus mendalami makna kebesaran dan kasih serta kerahiman Allah bagi kita. Dia telah melakukan semuanya untuk kita, dan selalu dengan setia dan sabar mendampingi dan membantu kita dalam jalan hidup ini.

Titik-titik refleks:
@Allah itu seperti yang bijak dan sabar yang selalu mau merangkul kita anak-anakNya, apa pun salah dan tingkah pola kita setiap hari.
@Kesadaran akan salah harus membawa kita pada pertobatan yang tulus yang selanjutnya menjadikan kita sebagai manusia baru.


Friday, February 26, 2016

Hari Minggu Ketiga Masa Puasa 2016: Memahami Kebaikan dan Kebesaran Allah

Saudara dan saudariku yang terkasih dalam Tuhan. Hari ini kita memasuki hari minggu ketiga masa Prapaska. Sepanjang masa Prapaska ini, semua kita diajak untuk mempersiapkan diri secara matang dan pasti untuk merayakan misteri iman terbesar yang dinyatakan Tuhan kepada kita, yakni sengsara, kematian dan kebangkitan Yesus, Penyelamat kita. Intisari dari semua bacaan yang kita dengar hari ini, menjelaskan kepada kita alasan mengapa kita perlu mempersiapkan diri secara baik dan matang.
“Tuhan itu baik dan penuh kasih, “ demikian Mazmur tanggapan yang kita nyanyikan menjelaskan makna dan tujuan persiapan kita. Tuhan selalu mengambil inisiatif untuk menunjukkan kasih setia dan kebaikanNya kepada kita. Dalam bacaan pertama (Kel. 3, 1 – 8ª, 13 – 15) kasih dan kebaikan Allah dinyatakan lewat panggilan dan perutusan Musa sebagai perpanjangan tangan Allah, karena Ia mendengar keluh kesah mereka dan memperhatikan penderitaan mereka. Musa adalah jawaban pasti Allah terhadap situasi yang dihadapi saat itu. 
Kebaikan dan kebesaran Tuhan itu pun dijelaskan secara lebih mendalam oleh Yesus dalam bacaan Injil hari ini (Luk. 13, 1 – 9). Dalam bacaan ini, Penginjil mengetengahkan jawaban Yesus kepada mengenai keadilan ilahi dalam hubungannya dengan dosa. Bila dalam pandangan manusiawi yang cenderung melihat penderitaan sebagai akibat langsung dari dosa manusia dalam hubungannya dengan keadilan ilahi, maka Yesus dengan tegas menolak dan merubak konsep kita tersebut. Allah, bukanlah hakim yang dengan begitu gampang menjatuhkan palu vonis yang memberatkan karena dosa yang diperbuat oleh manusia. Allah itu baik dan penuh kasih, penuh kesabaran dan selalu dan terus memberikan kesempatan kepada kita umatNya untuk beralih, dari cara hidup yang salah dan berdosa, kepada jalan hidup yang benar dan membawa berkah. Lewat perumpamaan tentang pohon ara yang tidak jadi ditebang dan masih diberikan kesempatan setahun lagi untuk bisa menghasilkan buah, Yesus menjelaskan kepada kita semua, bahwa Allah yang penuh kebaikan dan kasih itu selalu dan akan tetap memberikan kesempatan kepada kita untuk bertobat, untuk berubah. Allah itu sabar. Dia selalu memberikan kesempatan untuk kita memperbaiki diri. Bila kita tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan untuk bertobat dan memperbaiki diri, dengan sendirinya menunjukkan bahwa kita dengan bebas dan mau memilih untuk menyiksa dan menjatuhkan diri ke dalam penderitaan dan kesulitan. “Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian,” demikian Lukas mengutip peringatan Yesus kepada kita. Ini sekaligus menggarisbawahi bahwa kebaikan dan kebesaran hati Allah dalam berelasi dengan kita. Kita selalu diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri dan juga diberikan kebebasan untuk menentukan arah dan cara hidup kita.
Perihal kebebasan dan berkat yang diberikan Tuhan kepada kita ini dijelaskan oleh Paulus dalam surat pertamanya kepada umat di Korintus (I Kor. 10, 1 – 6. 10 – 12). Paulus dalam suratnya ini menegaskan kebaikan Tuhan yang sama sekali tidak menginginkan kematian (kesengsaraan) umatNya. Namun kebebasan yang tidak bertanggung jawab lewat perilaku yang kurang terarah dan di luar tatanan hukum dan aturan hidup yang diberikan, dengan sendirinya mengarahkan mereka kepada kebinasaan (kematian). Dengan kata lain, Paulus memperingatkan kita untuk senantiasa hidup dalam koridor hukum, mentaati dan menunjukkan buah karya kita sebagai anak Allah, lewat buah-buah hidup yang berkenan dan menyenangkan hati Allah. Karena pada hakekatnya, dari kita semua Allah selalu menantikan sebuah cara hidup yang autentik, karena semua kita sudah mengerti apa yang harus kita perbuat.

Titik-titik refleksi:
@Allah itu baik dan penuh kasih: Ia mendengarkan semua yang kita sampaikan dan mengundang kita untuk menjadi perpanjangan tanganNya kepada orang lain. 
@Allah bukanlah hakim yang menghukum, tetapi Dia selalu memberikan kesempatan untuk berubah ke arah yang lebih baik. Bukan hanya itu, Ia menunjukkan dan menjelaskan apa yang perlu dibuat.  


Saturday, February 20, 2016

Refleksi Minggu Kedua Prapaska 2016: Dipanggil Untuk Berbagi Seperti Paulus

Tuhan adalah Terang dan Keselamatanku….. Demikian Pemazmur dalam perayaan hari ini bernyanyi dan bermadah dan sekaligus mengundang kita untuk turut bermadah karena karya dan kebaikan Tuhan yang kita alami sepanjang hidup kita. Minggu kedua masa Prapaska ini, kita diundang untuk mengikuti undangan Tuhan dan sekaligus dengan kebebasan penuh kita diajak untuk membuat aliansi, mengikat sebuah tali perjanjian yang teguh dengan Tuhan dan sekaligus meyatakan kesediaan kita untuk selalu mengikuti ke mana kita diarahkan dan diutus. Membaca dan merenungkan semua bacaan pada hari minggu kedua masa puasa tahun ini, ada beberapa pesan yang perlu kita renungkan dan sekaligus kita bawa sebagai pedoman hidup harian kita ke depan.
Bacaan pertama (Kej. 15,5-12.17-18) mengetengahkan kepada kita kisah panggilan Abraham dan juga mengenai janji yang mengikat antara Allah dan Abraham sebagai jaminan aliansi yang erat dan teguh antara Allah dan Abraham. Allah selalu mengambil inisiatif untuk mengundang dan mengajak kita untuk turut berpartisipasi dalam rencanaNya. Undangan Allah kepada kita pun terbersit dalam ajakan Yesus kepada Petrus, Yohanes dan Yakobus untuk menemaniNya mendaki gunung Tabor, di mana Ia memperlihatkan keagunganNya, dan juga ajakanNya untuk segera turun gunung, setelah Petrus menyatakan niatNya untuk menetap di puncak gunung tersebut (Luk. 9,28-36).
Kedua bacaan ini mengingatkan kita bahwa menempatkan diri sebagai pengikut Kristus, berarti kita harus selalu bersedia mengikuti arah dan jalan yang Tuhan tentukan kepada kita, di mana, akhir tujuan utama kita setelah semua ziarah hidup ini adalah keselamatan, sebagaimana dinyanykan pemazmur. Menempatkan Tuhan sebagai penunjuk jalan kita berarti, kita dengan bebas menyanggupkan diri untuk mengikatkan diri dalam rencana dan kehendak Allah, menekuni jalan dan cara hidup sebagai anak Allah yang autentik, mendengarkan dan mentaati semua yang Ia katakan dan tunjukkan kepada kita. Kebesaran Yesus yang ditunjukkan kepada para muridNya, sekaligus menunjukkan makna kedalaman relasi kita (baca, doa) yang terjalin dengan Tuhan. Kita meyakini bahwa dalam Yesus, kepenuhan hukum (dilambangkan lewat Musa) dan janji (kehadiran Elias) terpenuhi. Bila kita mengatakan Tuhan adalah terang jalan kita, berarti kita bersedia mentaati perintah dan rencana Tuhan dan juga tetap percaya bahwa Tuhan tidak akan pernah lari atau lalai untuk memenuhi semua rencana kudusNya kepada dan lewat kita. Dan lebih daripada itu, ketaatan kepada Tuhan, mengajak kita untuk tidak bersedia turun gunung, kembali ke dalam realitas hidup kita dan dengan berani dan ceria terus bersaksi tentang kebaikan Tuhan yang sudah kita temui dan alami dalam keintiman dan kedalaman doa kita.

Dalam usaha menghidupi aliansi teguh kita dengan Tuhan inilah, Santu Paulus menempatkan diri sebagai panutan dan contoh hidup yang autentik sebagaimana tertera dalam suratnya kepada umat di Filipi (3,17-4,1). Dengan tegas Paulus mengajak kita untuk menempatkan Kristus sebagai pusat acuan hidup kita dan dengan tegas menolak serta menjauhkan diri dari semua yang sudah pasti menjauhkan kita dari Tuhan. Surat yang penuh muatan emosional ini sekaligus mengungkapkan kesedihan Paulus melihat tingkah laku mereka yang melupakan Tuhan danlatau mengantikan Tuhan dengan kemewahan dan kenikmatan dunia.
Akhirnya, saudara dan saudariku, sekali lagi bernyanyi bersama Pemazmur hari ini, kita ingin terus dan tetap menjadikan Tuhan sebagai pelita jalan kita dan tujuan hidup atau keselamatan kita. Untuk itu, kita selalu diminta untuk dengan penuh kebebasan mengikuti ajakan dan panggilan Tuhan untuk “beralih” (bermisi) dan juga untuk mendekatkan diri secara total kepada Tuhan. Kesediaan untuk beralih dalam misi (mencontohi Abraham) dan juga untuk mendaki gunung untuk berdoa (seperti ketiga rasul) mengharuskan kita untuk bersedia mengikat aliansi kesepakatan dan ketaatan total pada apa yang dikatakan Tuhan kepada kita. Dan dalam semua ini, kita perlu bercermin kepada Paulus, yang dengan rendah hati menempatkan diri sebagai panutan. Pada saat yang sama, kita diajak untuk berhati hati terhadap semua kemungkinan dan kekuatan yang bisa saja menjauhkan kita dari Tuhan danlatau membuat kita melupakan janji kita kepadaNya.
Titik-titik refleksi
@Tuhanlah pelita hidup kita dan jaminan keselamatan kita.
@Tuhan mengajak kita untuk berpartisipasi dalam misi dan doa
@Pengalaman kedekatan kita dengan Tuhan harus membawa kita kembali kepada tujuan keberadaan dan kegiatan kita dalam bermisi

@Paulus, potret seorang murid, missionaris yang sejati

Saturday, February 6, 2016

Renungan Minggu Biasa ke lima Tahun C - 2016: Gnothi Seauton

Gnothi Seauton. Know yourself. Kenalilah diri anda. Demikian ungkapan klasik para filsuf Yunani kuno. Pengenalan diri yang baik pasti akan membawa kita untuk sukses dan berhasil dalam usaha dan juga membuat diri kita lebih tenang dalam menjalani kehidupan kita setiap hari.

Membaca dan merenungi bacaan-bacaan suci pada hari minggu ke lima masa biasa ini, pada hemat saya, dapat kita simpulkan dengan ungkapan klasik para filsuf yunani kuno ini. Kenalilah diri kita. Kesuksesan dan ketenangan hidup seorang murid dan pengikut Tuhan sebenarnya bergantung pada bagaimana kita melihat diri kita dalam kedalaman relasi dengan Tuhan, Guru dan Penyuluh hidup kita.
Dalam usaha untuk memahami siapa diri kita, tiga tokoh utama dalam bacaan-bacaan suci hari ini bisa menjadi contoh untuk ditelaah. Yesaya, Sang Nabi dalam bacaan pertama, mengisahkan bagaimana ia menyadari kerapuhan dan kekotoran dirinya (bermulut kotor) ketika menyaksikan kebesaran dan kemegahan Tuhan lewat penglihatan. Paulus dalam bacaan kedua, menceritakan kepada kita tentang masa lalunya yang suram, namun karena berkat dan rahmat Tuhan, dia menjadi seperti yang sekarang ini, seorang hamba yang terus berusaha untuk mencapai kesempurnaan hidup lewat pengabdian yang total dalam tugas misioner yang diembannya. Lalu, yang terakhir Simon (Petrus) yang menyadari kesombongannya akan keahliannya sebagai nelayan ulung (di hadapan sang guru yang adalah tukang kayu atau anak tukang kayu yang tak memiliki keahlian apa-apa soal urusan jala menjala ikan.
Ketiga bacaan ini dengan sendirinya mengajarkan beberapa hal yang perlu kita sadari sepenuhnya. Pertama, Allah tidak melihat kerapuhan dan kekurangan serta kekotoran kita sebagai manusia karena salah dan dosa kita. Sebaliknya, kesadaran kita yang mendalam akan kerapuhan dan kesalahan kita justeru harus membawa kita untuk mengalami kebesaran rahmat dan kasih sayang Tuhan. Yesaya, karena menyadari kerapuhannya di hadapan kebesaran Tuhan, justeru dibersihkan dan dipulihkan untuk menjadi suci di hadapan Allah. Paulus, setelah melewati proses pemulihan karena berkat dan rahmat Allah, ia dijadikan sebagai seorang missionaris ulung pewarta Sabda Tuhan kepada seluruh dunia. Petrus, karena kesadaran akan kesombongannya dan juga kesediaannya untuk meminta ampun dari Tuhan, membawanya untuk selanjutnya dijadikan sebagai seorang “penjala manusia”. Ini hanya mau menegaskan kepada kita, bawa Tuhan tidak melihat kekurangan kita, masa lalu kita yang suram dan juga tingkah laku yang yang salah sebagai alasan untuk menghukum, namun sebaliknya Dia mengajak kita untuk mendekatkan diri kepadaNya untuk dipulihkan, dikuatkan dan dikuduskan untuk bermisi, bersaksi tentang kebesaranNya kepada sesama.
Kedua, pengalaman yang mendalam tentang kasih Tuhan, sudah seharusnya membawa kita untuk menyediakan diri dan kesempatan untuk mengabdikan diri secara total untuk bermisi. Bermisi berarti membuka diri dan kemungkinan untuk berpartisipasi secara total dalam karya kerahiman Tuhan. Yesaya, setelah disucikan, menyediakan diri untuk diutus agar bersaksi tentang karya Allah. Paulus, setelah pertobatannya, mengabdikan dirinya seutuhnya untuk karya pewartaaan Sabda. Petrus, setelah peristiwa yang memalukan di hadapan banyak orang, justeru meninggalkan jalanya untuk mengikuti Kristus.
Ketiga, kesuksesan dan ketenangan dalam hidup kita sebagai hamba Allah berangkat dari usaha sadar kita untuk mengenal secara lebih baik siapa diri kita beserta dengan kualitas dan kekurangan kita. Di sini kita diminta untuk tidak menjadi sombong karena kualitas yang kita miliki dan juga mengajak kita untuk menjadi rendah hati, ketika kita menyadari ada yang salah pada kita. Dalam konteks inilah kita bisa bercermin pada diri Simon (Petrus). Sebagai seorang nelayan ulung, dia menolak permintaan Yesus untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam untuk membuang jalanya sekali lagi. Dia secara tidak langsung ingin mengatakan, bahwa Yesus, sebagai seorang (anak) tukang kayu tak tahu menahu tentang seluk beluk menjala ikan. Tiba-tiba dia menjadi sombong, membantah permintaan Yesus karena ia merasa diri lebih tahu soal waktu yang tepat untuk menjala ikan  (malam) dan juga sudah putus asa karena tak mendapatkan seekorpun setelah semalam suntuk bekerja. Namun Petrus salah. Hasil tangkapan justeru banyak. Petrus menjadi malu sendiri. Sang Guru yang menyuruhnya adalah Tuhan. Dia lalu meminta maaf.  Dia seharusnya langsung berbuat tanpa harus bereaksi secara berlebihan seperti tadi. Namun dia bersikap sportif, rela mengakui kesalahan dan kekurangannya. Dan karena sikap seperti inilah dia dianggap layak untuk menjadi pengikutNya untuk lalu dijadikan ‘penjala manusia’.
Titik-titik refleksi:
@Tuhan tidak melihat kekurangan, salah dan masa lalu kita.
@Gnothi seauton, kenalilah diri kita di hadapan Tuhan.
@Kita baru bisa mengenal siapa kita, kalau kita bersedia untuk bertolak lebih ke dalam lagi dalam kehidupan (mengikuti apa yang Tuhan minta)
@Pengalaman perjumpaan dengan Tuhan harus membawa kita untuk bersedia menjadi ‘missionarisNya’.