Friday, December 28, 2012

Pesta Keluarga Kudus: Home is where your heart belongs


Home is where your heart belongs, because there is no other place like home....

Pernyataan ini memang sangat sederhana tapi sudah mengungkapkan esensi utama dari keinginan setiap insan manusia: berada dalam satu lingkup lingkungan yang kondusif. Kita boleh membuat daftar panjang tentang tempat ideal yang kita inginkan, namun yang satu ini tidak boleh luput dari perhatian kita: keluarga kita sendiri. Setiap kita memiliki hak untuk bertumbuh dan berkembang dalam iklim kekeluargaan, sebuah iklim kebersamaan yang didasarkan atas cinta dan kasih sayang.
Dalam suasana Natal yang sedang kita rayakan, hari ini Gereja mengajak kita untuk berefleksi tentang pentingnya peranan keluarga dalam kehidupan bermasyarakat. Eklesiastes memberikan resep hidup yang baik dalam berelasi dalam keluarga. Keintiman yang tercipta dalam keluarga, bagi penulis merupakan awal sebuah ‘kebijaksaan’ karena di sinilah letak dasar utama untuk menciptakan ketenangan dan kedamaian dalam hidup. Keluarga yang damai menjadi pelindung dan pengayom bagi semua anggota keluarganya dari bahaya laten yang selalu mengancamnya.
Kedamaian dan ketenangan dalam kebersamaan ini pun diterangkan lebih lanjut oleh Paulus dalam suratnya kepada umat di Kolose ketika ia menekankan pentingnya Cinta yang tulus dan murni sebagai pegangan utama bagi setiap anggota keluarga dalam menjalin relasinya. Cinta adalah landasan dan penyekat utama dalam jalinan relasi kebersamaan yang membawa semua anggotanya menuju kesempurnaan hidup. Dan pernyataan cinta itu dihidupi dalam pengalaman nyata, dalam kesediaan untuk saling memaafkan dan memberikan kesempatan kepada semua anggotanya untuk bertumbuh dan berkembang dalam iklim persaudaraan yang kental.
Mengenai pentingnya kebersamaan ini, Yosef dan Maria, memberikan kepada kita contoh nyata apa artinya menghidupi kebersamaan. Tanggung jawab mereka sebagai orang tua ditunjukkan secara nyata dalam praktek hidup. Yesus diperkenalkan dengan praktek dan kebiasaan budaya Yahudi, moment untuk mempererat tali persaudaraan dengan sesama masyarakat dan juga menunjukkan keterikatan dan tanggung jawab social mereka terhadap masa depan anak dan masyarakat secara umum. Di samping itu, pengorbanan mereka untuk segera kembali ke Yerusalem untuk mencari Yesus, sudah menunjukkan tanggung jawab mereka sebagai orang tua terhadap anaknya. 
Memaknai pesan hari ini, bacaan-bacaan suci hari ini mengajak kita semua untuk menjadikan keluarga sebagai arena untuk berbagi rasa dalam cinta dan memberikan kesempatan bagi setiap anggota keluarga untuk bertumbuh dalam kebijaksaan terutama dalam menghadapi setiap tantangan hidup secara bersama-sama. Keluarga sudah seharusnya menjadi tempat di mana setiap anggotanya merasa diterima dan disayang, diberi kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang dalam iklim persaudaraan demi mencapai kematangan hidup yang kita namakan kebijaksaan, yang lalu berfungsi sebagai landasan yang kuat untuk memantapkan kehidupan bersama dalam tataran yang lebih luas.
Pesan pesta hari ini memang sederhana tapi membutuhkan komitmen dan keseriusan dari setiap anggotanya. Setiap kita diminta untuk melakukan yang terbaik demi sebuah kebersamaan yang ideal yang memungkinkan semua anggota keluarga merasa at home. Sungguh, there is no other place better than home, tiada tempat yang lebih baik dari rumah sendiri. Rumah bukan sekedar tempat tinggal (house), tapi lebih dari itu rumah adalah sebuah home, dapur kasih sayang bagi setiap insan. Setiap kita memiliki kewajiban untuk membuat semua anggota keluarga merasa at home (dicintai, disayangi, dihormati, diterima…) dalam arti yang terdalam

Point-point untuk refleksi:
1.    Inginkan sebuah ketenangan dalam kebersamaan? Do your part first!
2.   To love is to give, to give until it bleeds….memberikan yang terbaik dari kita, selalu menjadi andil   sebuah kebersamaan timbale balik yang sehat tanpa dilandasi dengan egoisme (memberi agar dapat menerima)
3.    There is no other place better than home….. Where is your home, then? 

Saturday, December 22, 2012

Minggu IV Advent: Menjadi Agen Pembawa Damai dan Kebahagiaan



Hari ini, Gereja memasuki minggu ke empat dalam masa Adven. Natal kini hanya dalam hitungan Jam. Kegembiraan kita dalam penantian telah tiba pada titik penghujung. Dalam kegembiraan Yang mendalam menyambut kedatanganNya, bacaan-bacaan suci hari ini mengingatkan kita akan tugas perutusan missioner kita. Di sini Maria menjadi model seorang missionaris sejati. 
Maria dalam bacaan Injil hari ini mengajak kita untuk berani meninggalkan semua kesibukan diri kita dan memfokuskan diri untuk menjadi agen pewarta dan pembagi kegembiraan bagi sesama. Maria, sejak awal panggilannya sudah menempatkan Tuhan dan sesama sebagai fokus central kehidupannya. Setelah berserah pada Tuhan sebagai hambaNya, Maria pergi menuju rumah Elisabeth untuk berbagi rasa gembiranya sekalian untuk membantu dan memperhatikan Elisabeth yang dalam keadaan mengandung di masa tuanya. Perjumpaan mereka mengingatkan kita akan tugas utama kita: untuk menjadi agen pewarta kasih dan pembawa kegembiraan bagi sesama.
Menjelaskan tugas panggilan ini, bacaan ke dua hari ini yang diambil dari Surat kepada Umat Ibrani, Penulis mengajak kita untuk menghayati makna panggilan kita sebagai abdi Tuhan dalam karya nyata. Mengulangi pesan para nabi dalam Perjanjian Lama, penulis mengingatkan kita untuk tidak sekedar mengelabui mata orang dengan upara ritual kita, namun lebih dari itu, kedalaman hati kita tercermin dalam kesediaan untuk menjadi alat dan hamba Tuhan dalam hidup bersama.
Dengan cara hidup yang baik yang tercermin dalam kerelaan dan kesediaan untuk berbagi dengan sesama maka apa yang dititahkan oleh Tuhan dalam bacaan Pertama hari ini, dalam Kitab Nabi Mikeas, semua kita akan sanggup hidup dalam kedamaian dan ketenangan. Tuhan menjanjikan ketenangan dan kedamaian bagi umatNya dan akan terpenuhi bila kita bersedia bekerja sama denganNya dan pada saat yang sama dengan setia menjalankan tugas panggilan kita: bersedia untuk berbagi apa yang kita terima daripadaNya.

Point-point refleksi:
1.       Janji Tuhan untuk umatNya: ketenangan dan kedamaian
2.       Janji kita kepada Tuhan: menjadi hambaNya untuk sesama
3.       Perjumpaan Maria dan Elisabeth: realisasi dari sebuah komitmen untuk berbagi dan saling membahagiakan (yang membawa ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup)

Friday, December 14, 2012

Minggu III Adven 2012: Resep Kebahagiaan Yang Sejati


Ingin bahagia dalam hidup? Sudah pasti semua akan menjawab Ya. Tapi bagaimana cara untuk mencapai kebahagiaan itu, setiap orang punya caranya sendiri. Ada sekian banyak resep untuk mencapai kebahagiaan itu. Namun tidak semua yang dikatakan bisa menjawabi apa yang betul-betul kita butuhkan alias sebuah kebahagiaan sejati. Karena itu, apa itu kebahagiaan sejati?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas ini dapat kita temukan dalam bacaan-bacaan suci hari ini, Pekan Ketiga Adven. Dalam bacaan pertama, Nabi Sofonias menyerukan ajakan untuk bergembira karena kehadiran dan karya Allah dalam hidup kita, Yohanes Pembaptis dalam bacaan Injil mengundang kita untuk memperdalam relasi kita dengan Sang Penyelamat, dimulai dari kedalaman hati kita sendiri yang lalu dijelmakan dalam sebuah cara hidup yang baik, dalam tataran relasi yang sehat dengan Tuhan dan sesama. Ajakan pertobatan yang disampaikan oleh Yohanes, menjadi ancungan dan dasar untuk memulai sebuah kehidupan baru. Pertobatan yang sejati akan membawa kita pada usaha untuk menjadi baru dan membiarkan Tuhan menjadi titik pijak dan orientasi dalam hidup kita. Dengan ini, iman kita menjadi dewasa dan semua yang kita jalani dan hadapi selalu diterjemahkan dengan lampu iman, yang dengan sendirinya mengarahkan kita pada sebuah ketenangan dan kedamaian hidup bersama dengan sesama kita. Allah menjanjikan kedamaian dan perlindungan, berkat dan pemeliharaan kepada umatNya dan pada saat yang sama Ia mengajak kita umatNya untuk terus bersukacita. Dengan dasar ini, pesan Santu Paulus dalam bacaan kedua menjadi sangat relevan. Kegembiraan yang kita pancarkan karena keyakinan kita yang kuat akan berkat dan penyertaan Tuhan, serta kesetiaan kita untuk menghidupi iman kita yang nyata, membawa kita pada cara hidup yang terorientasi kepada Tuhan dan sesama. Relasi kita yang terbina dengan Tuhan, lewat iman dan kepercayaan, lewat doa dan kurban akan membawa kita pada sikap yang selalu waspada agar tidak melakukan hal yang bertentangan dengan kehendak Allah itu sendiri.
Singkat kata, resep kebahagiaan yang sejati, yang sesuai dengan kebutuhan kita terletak dalam kedalaman relasi iman kita dengan Tuhan dan sesama, yang terjelma dalam sebuah kualitas hidup yang sehat dan harmonis.
Semoga pekan ketiga ini membawa kita pada titik pertobatan yang sejati dan memantapkan kualitas iman yang teguh lewat sebuah relasi yang intim dan terpelihara dengan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Titik-titik refleksi untuk pekan ini:

1. Pertobatan sebagai landasan kehidupan bersama yang ideal (pertobatan membawa kita kepada kualitas hidup yang baik, yang selanjutkan semakin mendekatkan kita dengan Tuhan dan sesama)
2. Kegembiraan yang terpancar dari sebuah kualitas iman yang sejati akan Tuhan, yang memampukan kita untuk menghadapi segala kemungkinan dengan tenang dan damai


Friday, December 7, 2012

Minggu II Adven 2012: Menjadi Alat Tuhan bagi Sesama

Bacaan:
Bar. 5: 1 - 9
Flp. 1: 4 -6.8 - 11
Luk. 3 : 1 - 6
Saudara-saudariku yang terkasih.
Hari ini kita memasuki pekan kedua masa adven. Penantian sudah pasti merupakan suatu moment yang menarik. Penantian kadang membawa kita pada sebuah titik yang menguji kemampuan kita mengontrol diri dalam kesabaran. Penantian juga bisa menjadi ajang untuk menguji dan membuktikan kesetiaan hati kita. Kesabaran, sering menjadi titik lemah dari kebanyakan kita. Lantaran tidak sabar, kita sering mengambil sebuah keputusan drastis yang lalu merugikan diri sendiri. Kesabaran dalam hal ini selalu berarti kesediaan untuk memperpanjang masa penantian ini meski kita tidak tahu kapan penantian itu akan berakhir. Menantikan sesuatu yang pasti akan tiba, namun tanpa kejelasan waktu sudah pasti membutuhkan kerelaan untuk berkorban, kesediaan untuk tetap berjaga hingga kapan pun. Hanyalah mereka yang bersedia bertahan hingga titik akhir, akan mengatakan dan menceritakan indahnya kehidupan di saat kebersamaan itu terjalin di ujung batas penantian yang dibuat.
Hari ini, di hari minggu ke-2 masa adven ini, bacaan-bacaan yang disuguhkan menceritakan kepada kita apa artinya kesabaran dalam penantian dan juga menyadarkan kita akan tugas dan panggilan kita untuk menjadi sumber kekuatan dan ketenangan bagi mereka yang menanti. Di sini, peran Yohanes Pembaptis menjadi cermin dan contoh bagi kita semua.
Yohanes Pembaptis hari ini mewartakan tentang kehadiran Sang Mesias yang telah lama dinantikan oleh umat Allah, yang mungkin sudah tiba pada titik kejenuhan. Yohanes muncul sekalian untuk menggemakan pesan Allah bahwa apa yang mereka nantikan telah tiba. Apa yang dijanjikan dalam Bacaan Pertama hari ini, ketika Nabi Barukh menyerukan pesan kedamaian dan ketenangan, kebahagiaan dan keceriaan hidup yang buah karya Allah di tengah mereka. Barukh mengundang umat kesayangan Tuhan untuk segera keluar dari persoalan yang mengungkungnya dan menyambut karya penyelamatan Allah tersebut. Persoalan dan kesulitan hidup sudah menjadi tak berarti karena kehadiran dan karya Allah yang besar di tengah-tengah mereka.
Menggemakan sekali lagi pesan pengharapan Barukh ini, Yohanes Pembaptis mengundang umat Tuhan untuk mempersiapkan diri menyambut kehadiran Sang Mesias. Yohanes dan Barukh menjadi alat Tuhan, mengundang dan memotivasi umat untuk tetap bertahan dalam penantian, memperpanjang kesabarannya dan teguh dalam kesetiaan, hingga titik penghujung. Mereka menjadi simbol pengharapan bagi umat, membantu dan memotivasi umat Tuhan untuk tetap bertahan dalam iman dan pengharapan akan Tuhan. Yang pasti, Dia yang menjanjikan semua itu lewat hamba-hambaNya tidak pernah akan mengingkari. Yang dibutuhkan dari kita hanyalah kesabaran untuk menanti dipandu dengan kesetiaan kita yang total padaNya.
Peran Yohanes dan Barukh ini lalu juga turut dijelaskan oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi. Di sini, Paulus memberikan sebuah teladan yang patut kita contohi, memotivasi umatNya untuk hidup dalam persaudaraan dan terus mendoakan mereka. Dia ingin agar umat pilihan Tuhan ini bertumbuh dalam persaudaraan yang erat dan keteguhan serta kesetiaan iman yang total kepada Tuhan.
Nabi Barukh, Paulus dan Yohanes, mengundang kita saudara-saudariku, agar kita sanggup menjadi agen yang membangkitkan harapan dan kebahagiaan dalam hidup orang lain. Kita ini hanyalah alat Tuhan, yang dipanggil, dipilih dan diurapi untuk mewartakan kehadiran dan karya Tuhan dalam hidup bersama.
Semoga kata dan tindakan kita, menjadi contoh yang membangkitkan iman dan membantu membawa pesan harapan dan keteguhan iman bagi mereka yang lagi dilanda kesulitan hidup.

Point-point untuk refleksi:
1.       Pentingnya keteguhan dalam iman dalam mengarungi hidup.
2.   Peran kita sebagai alat Tuhan dalam hidup bersama. Semoga kata dan cara hidup kita menjadi sumber inspirasi agar semakin banyak orang mendekatkan diri pada Tuhan dan menghadirkan Tuhan dalam kebersamaan kita

Minggu I Adven - 2012: Menjadi Simbol Pengharapan

Bacaan:
Yer.  33: 14 - 16
I Tes. 3: 12 - 4:2
Luk. 21: 25-28; 34 - 36

Hari ini Gereja Katolik sejagad membuka lagi lembaran kalender baru untuk tahun liturgi 2013. Dengan fokus utama bacaan Injilnya pada Injil Lukas, Gereja tetp mengundang dan memotivasi umat Tuhan untuk mempersiapkan dirinya menyambut perayaan Natal 2012.
Natal, sudah merupakan sebuah moment indah bagi setiap insan. Natal selalu saja merupakan moment yang ditunggu dan dipersiapkan dengan sangat antusias oleh setiap insan beriman. Mengisi dan memaknai persiapan itu, bacaan-bacaan suci yang disuguhkan oleh gereja dalam kalender liturgi 2013 ini memberikan beberapa petuah dan indikasi bagaimana mempersiapkan dan memaknai persiapan itu dalam tataran iman dan realisasinya dalam hidup menggereja dan bermasyarakat.
Hari ini, sebagai pecan pertama, lilin pertama dalam lingkaran adven, simbol persiapan kita mulai dinyalakan. Mengambil hikmah bacaan-bacaan hari ini, lilin pertama ini juga memberikan pesan-pesan bermakna bagaimana tahapan persiapan kita sebagai umat beriman bisa dibuat. Dalam terang bacaan-bacaan itu, kita boleh menamakan, lilin pertama ini sebagai LILIN HARAPAN
Bacaan Injil dan bacaan pertama menekankan pentingnya aspek ini dalam kehidupan seorang umat Tuhan. Dalam bacaan Injil, Lukas, Sang Penginjil, mengetengahkan peringatan Yesus kepada murid-muridNya, ketika Ia menggambarkan situasi yang bakal terjadi. “Matahari tak akan bersinar, bintang-bintang akan berguguran, langit akan runtuh dan seterusnya...” Menyikapi ini, Yesus justeru menguatkan hati para pengikutNya dan juga kita untutk tidak perlu takut. “Bangkitlah dan tegakkanlah kepalamu, karena penyelamatanmu sudah dekat,” demikian Yesus menegaskan. Perkataan Yesus ini perlu kita lihat sebagai dasar untuk pengharapan kita. Pengharapan yang dengan sendirinya harus menghilangkan rasa takut dan bimbang, ragu dan resah dalam hati kita.
Perkataan Yesus yang membangkitkan harapan ini juga dapat dilihat dari janji yang dikemukakan Allah kepada umat pilihanNya lewat Yeremias, Sang Nabi Allah, ketika Ia menjanjikan untuk mendatangkan ‘benih keadilan’ kepada umatNya yang sedang dilanda keresahan dan kesusahan. 
Harapan akan pemenuhan janji Tuhan ini sudah dengan sendirinya menumbuhkan HARAPAN yang mendalam dalam hati setiap orang yang mendengarnya. Harapan itu sudah pasti perlu dipelihara dan dijaga dengan cara yang tepat. Yesus sendiri memberikan jalan bagaimana aspek harapan ini perlu dijaga, melalui doa dan kesediaan untuk terus berjaga-jaga. Doa memungkinkan kita menjadi lebih dekat dan akrab dengan Tuhan sementara kesiagaan untuk berjaga memungkinkan kita untuk tidak terjebak dalam mentalitas yang suka menunda.
Menghidupi aspek harapan ini lebih lanjut, Santu Paulus dalam suratnya kepada umat di Tesalonika, dalam bacaan kedua, mengundang dan meminta setiap pengikut Tuhan untuk menjaga keharmonisan di antara mereka dengan mencontohi cara hidupnya. Setiap pengikut Tuhan, harus sanggup menjadi agen pembawa harapan bagi sesamaNya, lewat solidaritas yang dibina di atas landasan kehidupan bersama yang harmonis, yang menjadikan Tuhan sebagai pusat perhatian utama dalam karya dan kata mereka.
Semoga masa Adven ini, setiap kita sanggup menyumbangkan diri, melalui kata dan perbuatan, untuk menjadi lilin pembawa cahaya pengharapan bagi siapa saja yang sedang dirundung masalah, agar sanggup melihat karya dan kasih Tuhan di dalam hidupNya.

Point-point dasar untuk refleksi:
1.       Harapan iman dan tantangan hidup
2.       Pentingnya doa dalam hidup sebagai alat peneguh harapan kristen
3.       Pentingnya peran kita sebagai pembangkit harapan dalam hidup sesama  lewat praktek hidup bersama yang didasarkan atas cinta dan kasih kristiani.