Thursday, March 3, 2016

Minggu keempat Prapaskah 2016: Menyelami Kedalaman Kerahiman Ilahi


Saudari dan saudaraku yang terkasih dalam Kristus. Hari ini kita merayakan hari minggu prapaskah yang keempat. Ini sungguh sebuah rahmat yang berlimpah kepada kita. Allah-lah yang menuntun dan mendampingi kita hingga tiba pada hari yang bermakna ini. Semakin hari, dalam perjalanan hidup kita, Allah terus saja menunjukkan kasih dan kesetiaanNya kepada kita, tanpa memperhitungkan salah dan dosa yang kita lakukan. Dalam refleksi kita di hari minggu yang lalu kita sudah melihat bagaimana Allah menunjukkan kasihNya lewat kesempatan yang Ia limpahkan kepada kita untuk berbenah diri agar menghasilkan buah yang bermakna dalam hidup. Sampainya kita pada titik kehidupan sekarang ini, haruslah kita pahami sebagai kesempatan emas yang Tuhan berikan kepada kita untuk menikmati dan terus membagikan rahmatNya dengan mereka yang berada di sekitar kita.
Bacaan-bacaan yang kita dengar pada hari minggu keempat ini pun masih terus membicarakan dan sekaligus mengajak kita semua untuk berefleksi secara mendalam, betapa Allah terus dan tetap menunjukkan kedalaman cinta dan kasihNya kepada kita umat pilihanNya. Kerahiman dan keallahanNya itu Ia buktikan lewat caranya berelasi dengan kita.
Bacaan Injil hari ini, Lk. 15, 1 – 3. 11-32, mengetengahkan perumpaan yang menggambarkan kasih Allah yang mendalam kepada kita anak-anakNya. Kedalaman cintaNya kepada kita tergambar lewat kesediaanNya untuk menerima puteraNya yang kembali ke dalam rangkulanNya setelah dia dengan tahu dan mau meninggalkan ayahnya dan menjalani sebuah pola hidup yang bergelimangkan dosa dan salah. Allah kita itu ibarat sang ayah ini, yang rela menerima dan bahkan merayakan pesta syukur kembalinya sang anak durhaka, tanpa harus duduk dan memperhitungkan salah sang anak, atau berdiri dan menceritakan rasa sakit hatiNya yang mendalam karena ulah sang anak. Yang diutamakan adalah kebaikan dan keutuhan keluarganya karena kembaliNya sang anak sebagai buah dari kesadaran dan pertobatanNya. Keinginan sang ayah untuk menjaga keutuhan keluarganya ini tergambar jelas dengan kesediaannya untuk pergi dan mendapati si sulung yang egoistis dan tersinggung sekaligus memanggilnya untuk bergabung dalam pesta penyambutan kembalinya si bungsu, sambil menjanjikan dan menyerahkan semua kepunyaannya kepada sang anak. Ini gambaran Allah yang sabar, penuh kasih dan kerahiman serta kebijaksaan dalam berelasi dengan kita anak-anaknya, yang nota bene memiliki kepribadian dan pola tingkah laku yang beragam dan berbeda.
Kebesaran cinta dan perhatian Allah tersebut digambarkan pula dalam bacaan pertama hari ini dalam kisah perjalanan hidup umat Israel (Jos. 5, 9a. 10 -12). Dalam kutipan ini, Allah diketengahkan sebagai yang membebaskan umat pilihanNya dari cela, penderitaan dan kesulitan hidup di Mesir dan menuntun mereka ke tanah yang dijanjikan, yang mereka anggap sebagai milik mereka. Di sinilah mereka mulai menetap dan mengerjakan tanah itu untuk menghasilkan buah yang berlimpah untuk menunjang kehidupan mereka selanjutnya.
Gambaran Allah yang penuh kerahiman dan kebaikan sebagaimana dilukiskan dalam dua bacaan di atas ini sudah harus menjadi dasar bagi kita untuk terus bernyanyi dan bermadah memuliakan Allah sepanjang hidup kita. Mazmur tanggapan hari ini mengungkapkan kebesaran Allah itu sekaligus mengundang kita untuk menyelami dan membuktikan kebesaran Allah itu dalam keseharian kita. “Rasakan dan buktikanlah, betapa baiknya Allah, “ demikian Mz 34 mengajak kita untuk bermadah bersama. Karena Dia kita bermegah....Marilah kita bernyanyi untuk memuliakan Dia yang begitu baik dengan kita.
Ajakan untuk bermadah dan bernyanyi bersama pemazmur ini tentunya harus kita imbangi pula dengan sebuah pola hidup yang penuh kesadaran dan tanggung jawab. Kesadaran untuk berbenah, memperbaiki hidup kita dan keinginan dan kesediaan untuk beralih dari jalan hidup yang salah, yang penuh dosa, serta kemauan untuk memulai sebuah cara hidup yang diilhami dan diinspirasikan oleh ´jalan Tuhan´ dengan sendirinya menjadikan kita sebagai ´ciptaan baru´, demikian Santu Paulus dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus menjelaskan secara lebih jauh makna pertobatan dan inti arti pertobatan kita ( 2Kor. 5, 17 – 21). Pertobatan (penyesalan hati) membawa si bungsu kembali ke pangkuan keluarganya. Karena pertobatannya, dia diterima sebagai manusia baru, yang bangkit dari keterpurukan dan karena itu dia diberikan pakaian yang baru. Dengannya dibuatkan ikatan perjanjian yang baru, lewat cincin yang dikenakan di jarinya namun tetap saja diberikan kebebasan untuk menentukan arah dan langkah hidup selanjutnya (sepatu yang baru). Dengan kata lain, pertobatan yang mendalam dan penuh kesaran, membawa kita untuk menyelami secara total kerahiman Allah yang mendalam. Kedalaman relasi dan keindahan hidup yang tercipta dari perdamaian ini lalu membentuk dan menjadikan kita sebagai ciptaan baru dan sekaligus menyanggupkan kita untuk segera hidup seturut identitas baru yang melekat dalam diri kita itu. Manusia baru (jubah atau baju), perdamaian dan rekonsiliasi yang tercipta (cincin) dan juga kebebasan yang melekat dalam diri kita, sudah seharusnya membawa kita untuk menyelam dan terus mendalami makna kebesaran dan kasih serta kerahiman Allah bagi kita. Dia telah melakukan semuanya untuk kita, dan selalu dengan setia dan sabar mendampingi dan membantu kita dalam jalan hidup ini.

Titik-titik refleks:
@Allah itu seperti yang bijak dan sabar yang selalu mau merangkul kita anak-anakNya, apa pun salah dan tingkah pola kita setiap hari.
@Kesadaran akan salah harus membawa kita pada pertobatan yang tulus yang selanjutnya menjadikan kita sebagai manusia baru.


Friday, February 26, 2016

Hari Minggu Ketiga Masa Puasa 2016: Memahami Kebaikan dan Kebesaran Allah

Saudara dan saudariku yang terkasih dalam Tuhan. Hari ini kita memasuki hari minggu ketiga masa Prapaska. Sepanjang masa Prapaska ini, semua kita diajak untuk mempersiapkan diri secara matang dan pasti untuk merayakan misteri iman terbesar yang dinyatakan Tuhan kepada kita, yakni sengsara, kematian dan kebangkitan Yesus, Penyelamat kita. Intisari dari semua bacaan yang kita dengar hari ini, menjelaskan kepada kita alasan mengapa kita perlu mempersiapkan diri secara baik dan matang.
“Tuhan itu baik dan penuh kasih, “ demikian Mazmur tanggapan yang kita nyanyikan menjelaskan makna dan tujuan persiapan kita. Tuhan selalu mengambil inisiatif untuk menunjukkan kasih setia dan kebaikanNya kepada kita. Dalam bacaan pertama (Kel. 3, 1 – 8ยช, 13 – 15) kasih dan kebaikan Allah dinyatakan lewat panggilan dan perutusan Musa sebagai perpanjangan tangan Allah, karena Ia mendengar keluh kesah mereka dan memperhatikan penderitaan mereka. Musa adalah jawaban pasti Allah terhadap situasi yang dihadapi saat itu. 
Kebaikan dan kebesaran Tuhan itu pun dijelaskan secara lebih mendalam oleh Yesus dalam bacaan Injil hari ini (Luk. 13, 1 – 9). Dalam bacaan ini, Penginjil mengetengahkan jawaban Yesus kepada mengenai keadilan ilahi dalam hubungannya dengan dosa. Bila dalam pandangan manusiawi yang cenderung melihat penderitaan sebagai akibat langsung dari dosa manusia dalam hubungannya dengan keadilan ilahi, maka Yesus dengan tegas menolak dan merubak konsep kita tersebut. Allah, bukanlah hakim yang dengan begitu gampang menjatuhkan palu vonis yang memberatkan karena dosa yang diperbuat oleh manusia. Allah itu baik dan penuh kasih, penuh kesabaran dan selalu dan terus memberikan kesempatan kepada kita umatNya untuk beralih, dari cara hidup yang salah dan berdosa, kepada jalan hidup yang benar dan membawa berkah. Lewat perumpamaan tentang pohon ara yang tidak jadi ditebang dan masih diberikan kesempatan setahun lagi untuk bisa menghasilkan buah, Yesus menjelaskan kepada kita semua, bahwa Allah yang penuh kebaikan dan kasih itu selalu dan akan tetap memberikan kesempatan kepada kita untuk bertobat, untuk berubah. Allah itu sabar. Dia selalu memberikan kesempatan untuk kita memperbaiki diri. Bila kita tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan untuk bertobat dan memperbaiki diri, dengan sendirinya menunjukkan bahwa kita dengan bebas dan mau memilih untuk menyiksa dan menjatuhkan diri ke dalam penderitaan dan kesulitan. “Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian,” demikian Lukas mengutip peringatan Yesus kepada kita. Ini sekaligus menggarisbawahi bahwa kebaikan dan kebesaran hati Allah dalam berelasi dengan kita. Kita selalu diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri dan juga diberikan kebebasan untuk menentukan arah dan cara hidup kita.
Perihal kebebasan dan berkat yang diberikan Tuhan kepada kita ini dijelaskan oleh Paulus dalam surat pertamanya kepada umat di Korintus (I Kor. 10, 1 – 6. 10 – 12). Paulus dalam suratnya ini menegaskan kebaikan Tuhan yang sama sekali tidak menginginkan kematian (kesengsaraan) umatNya. Namun kebebasan yang tidak bertanggung jawab lewat perilaku yang kurang terarah dan di luar tatanan hukum dan aturan hidup yang diberikan, dengan sendirinya mengarahkan mereka kepada kebinasaan (kematian). Dengan kata lain, Paulus memperingatkan kita untuk senantiasa hidup dalam koridor hukum, mentaati dan menunjukkan buah karya kita sebagai anak Allah, lewat buah-buah hidup yang berkenan dan menyenangkan hati Allah. Karena pada hakekatnya, dari kita semua Allah selalu menantikan sebuah cara hidup yang autentik, karena semua kita sudah mengerti apa yang harus kita perbuat.

Titik-titik refleksi:
@Allah itu baik dan penuh kasih: Ia mendengarkan semua yang kita sampaikan dan mengundang kita untuk menjadi perpanjangan tanganNya kepada orang lain. 
@Allah bukanlah hakim yang menghukum, tetapi Dia selalu memberikan kesempatan untuk berubah ke arah yang lebih baik. Bukan hanya itu, Ia menunjukkan dan menjelaskan apa yang perlu dibuat.  


Saturday, February 20, 2016

Refleksi Minggu Kedua Prapaska 2016: Dipanggil Untuk Berbagi Seperti Paulus

Tuhan adalah Terang dan Keselamatanku….. Demikian Pemazmur dalam perayaan hari ini bernyanyi dan bermadah dan sekaligus mengundang kita untuk turut bermadah karena karya dan kebaikan Tuhan yang kita alami sepanjang hidup kita. Minggu kedua masa Prapaska ini, kita diundang untuk mengikuti undangan Tuhan dan sekaligus dengan kebebasan penuh kita diajak untuk membuat aliansi, mengikat sebuah tali perjanjian yang teguh dengan Tuhan dan sekaligus meyatakan kesediaan kita untuk selalu mengikuti ke mana kita diarahkan dan diutus. Membaca dan merenungkan semua bacaan pada hari minggu kedua masa puasa tahun ini, ada beberapa pesan yang perlu kita renungkan dan sekaligus kita bawa sebagai pedoman hidup harian kita ke depan.
Bacaan pertama (Kej. 15,5-12.17-18) mengetengahkan kepada kita kisah panggilan Abraham dan juga mengenai janji yang mengikat antara Allah dan Abraham sebagai jaminan aliansi yang erat dan teguh antara Allah dan Abraham. Allah selalu mengambil inisiatif untuk mengundang dan mengajak kita untuk turut berpartisipasi dalam rencanaNya. Undangan Allah kepada kita pun terbersit dalam ajakan Yesus kepada Petrus, Yohanes dan Yakobus untuk menemaniNya mendaki gunung Tabor, di mana Ia memperlihatkan keagunganNya, dan juga ajakanNya untuk segera turun gunung, setelah Petrus menyatakan niatNya untuk menetap di puncak gunung tersebut (Luk. 9,28-36).
Kedua bacaan ini mengingatkan kita bahwa menempatkan diri sebagai pengikut Kristus, berarti kita harus selalu bersedia mengikuti arah dan jalan yang Tuhan tentukan kepada kita, di mana, akhir tujuan utama kita setelah semua ziarah hidup ini adalah keselamatan, sebagaimana dinyanykan pemazmur. Menempatkan Tuhan sebagai penunjuk jalan kita berarti, kita dengan bebas menyanggupkan diri untuk mengikatkan diri dalam rencana dan kehendak Allah, menekuni jalan dan cara hidup sebagai anak Allah yang autentik, mendengarkan dan mentaati semua yang Ia katakan dan tunjukkan kepada kita. Kebesaran Yesus yang ditunjukkan kepada para muridNya, sekaligus menunjukkan makna kedalaman relasi kita (baca, doa) yang terjalin dengan Tuhan. Kita meyakini bahwa dalam Yesus, kepenuhan hukum (dilambangkan lewat Musa) dan janji (kehadiran Elias) terpenuhi. Bila kita mengatakan Tuhan adalah terang jalan kita, berarti kita bersedia mentaati perintah dan rencana Tuhan dan juga tetap percaya bahwa Tuhan tidak akan pernah lari atau lalai untuk memenuhi semua rencana kudusNya kepada dan lewat kita. Dan lebih daripada itu, ketaatan kepada Tuhan, mengajak kita untuk tidak bersedia turun gunung, kembali ke dalam realitas hidup kita dan dengan berani dan ceria terus bersaksi tentang kebaikan Tuhan yang sudah kita temui dan alami dalam keintiman dan kedalaman doa kita.

Dalam usaha menghidupi aliansi teguh kita dengan Tuhan inilah, Santu Paulus menempatkan diri sebagai panutan dan contoh hidup yang autentik sebagaimana tertera dalam suratnya kepada umat di Filipi (3,17-4,1). Dengan tegas Paulus mengajak kita untuk menempatkan Kristus sebagai pusat acuan hidup kita dan dengan tegas menolak serta menjauhkan diri dari semua yang sudah pasti menjauhkan kita dari Tuhan. Surat yang penuh muatan emosional ini sekaligus mengungkapkan kesedihan Paulus melihat tingkah laku mereka yang melupakan Tuhan danlatau mengantikan Tuhan dengan kemewahan dan kenikmatan dunia.
Akhirnya, saudara dan saudariku, sekali lagi bernyanyi bersama Pemazmur hari ini, kita ingin terus dan tetap menjadikan Tuhan sebagai pelita jalan kita dan tujuan hidup atau keselamatan kita. Untuk itu, kita selalu diminta untuk dengan penuh kebebasan mengikuti ajakan dan panggilan Tuhan untuk “beralih” (bermisi) dan juga untuk mendekatkan diri secara total kepada Tuhan. Kesediaan untuk beralih dalam misi (mencontohi Abraham) dan juga untuk mendaki gunung untuk berdoa (seperti ketiga rasul) mengharuskan kita untuk bersedia mengikat aliansi kesepakatan dan ketaatan total pada apa yang dikatakan Tuhan kepada kita. Dan dalam semua ini, kita perlu bercermin kepada Paulus, yang dengan rendah hati menempatkan diri sebagai panutan. Pada saat yang sama, kita diajak untuk berhati hati terhadap semua kemungkinan dan kekuatan yang bisa saja menjauhkan kita dari Tuhan danlatau membuat kita melupakan janji kita kepadaNya.
Titik-titik refleksi
@Tuhanlah pelita hidup kita dan jaminan keselamatan kita.
@Tuhan mengajak kita untuk berpartisipasi dalam misi dan doa
@Pengalaman kedekatan kita dengan Tuhan harus membawa kita kembali kepada tujuan keberadaan dan kegiatan kita dalam bermisi

@Paulus, potret seorang murid, missionaris yang sejati

Saturday, February 6, 2016

Renungan Minggu Biasa ke lima Tahun C - 2016: Gnothi Seauton

Gnothi Seauton. Know yourself. Kenalilah diri anda. Demikian ungkapan klasik para filsuf Yunani kuno. Pengenalan diri yang baik pasti akan membawa kita untuk sukses dan berhasil dalam usaha dan juga membuat diri kita lebih tenang dalam menjalani kehidupan kita setiap hari.

Membaca dan merenungi bacaan-bacaan suci pada hari minggu ke lima masa biasa ini, pada hemat saya, dapat kita simpulkan dengan ungkapan klasik para filsuf yunani kuno ini. Kenalilah diri kita. Kesuksesan dan ketenangan hidup seorang murid dan pengikut Tuhan sebenarnya bergantung pada bagaimana kita melihat diri kita dalam kedalaman relasi dengan Tuhan, Guru dan Penyuluh hidup kita.
Dalam usaha untuk memahami siapa diri kita, tiga tokoh utama dalam bacaan-bacaan suci hari ini bisa menjadi contoh untuk ditelaah. Yesaya, Sang Nabi dalam bacaan pertama, mengisahkan bagaimana ia menyadari kerapuhan dan kekotoran dirinya (bermulut kotor) ketika menyaksikan kebesaran dan kemegahan Tuhan lewat penglihatan. Paulus dalam bacaan kedua, menceritakan kepada kita tentang masa lalunya yang suram, namun karena berkat dan rahmat Tuhan, dia menjadi seperti yang sekarang ini, seorang hamba yang terus berusaha untuk mencapai kesempurnaan hidup lewat pengabdian yang total dalam tugas misioner yang diembannya. Lalu, yang terakhir Simon (Petrus) yang menyadari kesombongannya akan keahliannya sebagai nelayan ulung (di hadapan sang guru yang adalah tukang kayu atau anak tukang kayu yang tak memiliki keahlian apa-apa soal urusan jala menjala ikan.
Ketiga bacaan ini dengan sendirinya mengajarkan beberapa hal yang perlu kita sadari sepenuhnya. Pertama, Allah tidak melihat kerapuhan dan kekurangan serta kekotoran kita sebagai manusia karena salah dan dosa kita. Sebaliknya, kesadaran kita yang mendalam akan kerapuhan dan kesalahan kita justeru harus membawa kita untuk mengalami kebesaran rahmat dan kasih sayang Tuhan. Yesaya, karena menyadari kerapuhannya di hadapan kebesaran Tuhan, justeru dibersihkan dan dipulihkan untuk menjadi suci di hadapan Allah. Paulus, setelah melewati proses pemulihan karena berkat dan rahmat Allah, ia dijadikan sebagai seorang missionaris ulung pewarta Sabda Tuhan kepada seluruh dunia. Petrus, karena kesadaran akan kesombongannya dan juga kesediaannya untuk meminta ampun dari Tuhan, membawanya untuk selanjutnya dijadikan sebagai seorang “penjala manusia”. Ini hanya mau menegaskan kepada kita, bawa Tuhan tidak melihat kekurangan kita, masa lalu kita yang suram dan juga tingkah laku yang yang salah sebagai alasan untuk menghukum, namun sebaliknya Dia mengajak kita untuk mendekatkan diri kepadaNya untuk dipulihkan, dikuatkan dan dikuduskan untuk bermisi, bersaksi tentang kebesaranNya kepada sesama.
Kedua, pengalaman yang mendalam tentang kasih Tuhan, sudah seharusnya membawa kita untuk menyediakan diri dan kesempatan untuk mengabdikan diri secara total untuk bermisi. Bermisi berarti membuka diri dan kemungkinan untuk berpartisipasi secara total dalam karya kerahiman Tuhan. Yesaya, setelah disucikan, menyediakan diri untuk diutus agar bersaksi tentang karya Allah. Paulus, setelah pertobatannya, mengabdikan dirinya seutuhnya untuk karya pewartaaan Sabda. Petrus, setelah peristiwa yang memalukan di hadapan banyak orang, justeru meninggalkan jalanya untuk mengikuti Kristus.
Ketiga, kesuksesan dan ketenangan dalam hidup kita sebagai hamba Allah berangkat dari usaha sadar kita untuk mengenal secara lebih baik siapa diri kita beserta dengan kualitas dan kekurangan kita. Di sini kita diminta untuk tidak menjadi sombong karena kualitas yang kita miliki dan juga mengajak kita untuk menjadi rendah hati, ketika kita menyadari ada yang salah pada kita. Dalam konteks inilah kita bisa bercermin pada diri Simon (Petrus). Sebagai seorang nelayan ulung, dia menolak permintaan Yesus untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam untuk membuang jalanya sekali lagi. Dia secara tidak langsung ingin mengatakan, bahwa Yesus, sebagai seorang (anak) tukang kayu tak tahu menahu tentang seluk beluk menjala ikan. Tiba-tiba dia menjadi sombong, membantah permintaan Yesus karena ia merasa diri lebih tahu soal waktu yang tepat untuk menjala ikan  (malam) dan juga sudah putus asa karena tak mendapatkan seekorpun setelah semalam suntuk bekerja. Namun Petrus salah. Hasil tangkapan justeru banyak. Petrus menjadi malu sendiri. Sang Guru yang menyuruhnya adalah Tuhan. Dia lalu meminta maaf.  Dia seharusnya langsung berbuat tanpa harus bereaksi secara berlebihan seperti tadi. Namun dia bersikap sportif, rela mengakui kesalahan dan kekurangannya. Dan karena sikap seperti inilah dia dianggap layak untuk menjadi pengikutNya untuk lalu dijadikan ‘penjala manusia’.
Titik-titik refleksi:
@Tuhan tidak melihat kekurangan, salah dan masa lalu kita.
@Gnothi seauton, kenalilah diri kita di hadapan Tuhan.
@Kita baru bisa mengenal siapa kita, kalau kita bersedia untuk bertolak lebih ke dalam lagi dalam kehidupan (mengikuti apa yang Tuhan minta)
@Pengalaman perjumpaan dengan Tuhan harus membawa kita untuk bersedia menjadi ‘missionarisNya’.


Saturday, January 16, 2016

Renungan Mingguan: Minggu Biasa II 2016: Per Mariam Ad Jesum

Saudara dan saudariku yang terkasih. Setelah mengakhiri masa Natal dengan perayaan Pesta Pembaptisan Tuhan, kita sudah kembali ke masa biasa dalam kalender gereja kita. Masa biasa dalam kalender gereja kita mengarahkan kita untuk kembali ke dalam aktivitas harian kita sebagai murid Tuhan dalam kehidupan bersama. Menandai minggu kedua dalam masa biasa ini, Gereja mengajak kita untuk memahami maksud dan rencana Allah kepada kita sebagai pengikutNya, dengan menampilkan figur Maria, seorang pengikut setia Yesus sebagai model dan panutan dalam menjalankan tugas perutusan kita.

Bacaan Injil yang diketengahkan kepada kita hari ini (Yoh. 2:1-11) menceritakan mujizad pertama Yesus yang dibuat dalam konteks perkawinan di Kana. Mujizad ini dengan sendirinya menunjukkan bahwa era baru dalam kehidupan manusia, dengan dan bersama Yesus sudah dimulai. Peran Maria dalam episode ini saya ketengahkan bukan untuk mengalihkan makna sentral mujizad itu, tapi sebagai satu titik awal, bagaimana kita sebagai murid Yesus harus bertindak dalam menghadpi situasi yang rumit dan sulit dalam hidup. Maria dengan caranya yang low profile, mengajarkan dan mengajak kita untuk menyerahkan dan mendekatkan diri secara total kepada Yesus. Kesediaan untuk mendekatkan diri kepada Yesus dan sekaligus ketaatan untuk melakukan apa yang diminta dan diajarkan oleh Yesus menjadi titik awal terjadinya mujizad perubahan itu. Kepada Yesus, kita ceritakan segala keprihatinan, kekhawatiran hidup kita. Selanjutnya, Maria menyiapkan kita dengan wanti wantinya agar melakukan apa saja yang diinginkan, disuruh oleh Yesus.
Peristiwa pengubahan air menjadi anggur dalam pesta di Kana oleh Yesus, menjelaskan kepada kita siapa sebenarnya Yesus dan juga mengenai dinamika baru relasi yang kita bina dengan Allah berkat kehadiran Yesus di antara kita. Yesus, lewat peristiwa di Kana ini mengingatkan kepada kita bahwa dialah Anggur yang terbaik yang kita perlukan dalam perjalanan hidup ini. Dialah solusi terbaik untuk semua situasi yang kita alami. Dialah satu satunya opsi dan elemen dasar dari kehidupan bersama. Bila anggur yang terbaik adalah elemen dasar dari sebuah pesta yahudi, Yesus, sang Anggur Baru, harus kita jadikan sebagai satu-satunya sumber dan dasar hidup kita.
Peristiwa  dan perubahan air menjadi anggur melalui beberapa tahap sebagaimana dikisahkan oleh Yohanes dalam injilnya hari ini menjelaskan dan menandai suatu dimensi baru dan mendalam mengenai relasi Tuhan dengan kita. Dalam konteks pesta di Kana, Yesus hadir sebagai yang diundang yang selanjutnya membawanya untuk berperan sebagai ´pelayan´ dalam konteks relasi dengan tuan pesta yang hanya tahu menerima yang sudah jadi, ketika para pelayan kewalahan dan kehilangan akal karena kehabisan anggur. Para pelayan pesta (para pekerja dan hamba) justeru diberikan kepercayaan dan hadiah sebagai saksi utama dan pertama mujizad pertama Yesus dalam karyaNya. Si tuan pesta tidak tahu menahu tentang ini tapi para pekerja tahu dari mana asal anggur terbaik itu. Betapa, melalui mereka dan dengan perantaraan orang-orang kecil inilah Yesus melakukan karya-karyaNya. Mereka dengan taat melakukan apa yang diminta oleh Yesus, setelah dipersiapkan secara khusus terlebih dahulu oleh Maria ketika ia mengatakan kepada mereka, ´lakukan apa yang Ia perintahkan kepada kamu.´ Ketaatan, kesetiaan dan kesigapan para pelayan (orang kecil) dalam mengikuti perintah Yesus, menjadikan mujizad pertama Yesus ini menjadi sangat bermakna bagi kita. Lewat kita, Allah selalu mewujudkan sesuatu yang besar kepada sesama. 
Kesediaan dan kerelaan para pelayan dan hamba pesta, kesigapan Maria dalam mengantisipasi dan mencari solusi yang tepat untuk membantu menyelamatkan situasi pesta merupakan perwujudan panggilan dan peran mereka sebagai hamba dan pelayan sesama. Sikap dan cara hidup seperti inilah yang dijelaskan secara gamblang dan mendalam oleh Santu Paulus dalam bacaan kedua (1Kor. 12,4-11). Setiap kita dikarunia berkat dan kemampuan yang berbeda-beda. Semua kemampuan dan karunia yang kita terima dari Tuhan sebagai sesuatu yang khusus, harus diabdikan untuk membantu membangun kebersamaan kita sebagai sama saudara. Kesediaan dan kerelaan untuk membantu, keinginan untuk berbakti dan berbagi kepada sesama harus menjadi ciri khas kita sebagai murid Tuhan. Kita dipanggil untuk saling melengkapi dan saling membantu membangun kebersamaan, sambil berusaha menyelesaikan semua persoalan dan kesulitan yang ada.
Spirit kebersamaan ini dengan sendirinya merealisasikan apa yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya dalam bacaan pertama (Yes. 62,1-5). Nubuat Nabi Yesaya yang disampaikan dalam konteks iklim kebebasan, setelah terlepas dari belenggu kehidupan sebagai budak di tempat pembuangan, yang menjadi dasar yang membesarkan hati para pendengarnya. Ia tidak akan membiarkan umatNya sengsara. Allah tak akan membiarkan umatNya merasa ditinggalkan dan diabaikan. Lewat  dan melalui umatNya, Allah akan menunjukkan kebesaranNya kepada seluruh bangsa.
Nubuat nabi Yesaya ini, terpenuhi secara sempurna dalam karya Yesus. KehadiranNya mengundang kita untuk tanpa ragu mendekatkan diri padaNya dalam segala situasi hidup yang kita alami (mengikuti petunjuk Maria), melaksanakan dengan setia dan saksama apa yang Yesus ajarkan dan minta dan pada saat yang sama, menyediakan diri dan waktu dan kemampuan kita untuk disempurnakan oleh Yesus dan diabdikan untuk sesama.
Titik-titik refleks:

@ Jangan khawatir dengan semua yang terjadi. Ceritakan pada Tuhan. Dia tak mungkin mengecewakan kita. 
@ Setiap kita dianugerahi kemampuan dan berkat yang khas. Sebagai murid Yesus, gunakan untuk kebaikan bersama. Sediakan diri kita (air) untuk diubah menjadi yang terbaik (anggur) untuk sesama.


Saturday, January 9, 2016

Refleksi Hari Minggu Pembaptisan Tuhan 2016: DIKUDUSKAN UNTUK BERBAKTI


Engkaulah putera pilihanKu…

Saudara dan saudariku yang tercinta dalam kasih Allah. Hari ini kita merayakan hari Pembaptisan Tuhan, dan dengan perayaan ini, kita mengakhiri masa natal. Sudah pasti, natal yang baru saja berlalu membawa cerita dan kesan yang indah. Namun, kita tak mungkin terus berkutat diam dengan cerita dan kesan natal itu. Natal sudah seharusnya membawa kita untuk keluar dan mewartakan dan membagikan keindahannya kepada sesama kita dalam kehidupan seharian kita.

Memaknai Pesta Pembaptisan Tuhan ini, bacaan-bacaan yang disuguhkan kepada kita hari ini mengundang kita untuk merefleksikan secara mendalam rencana dan karya Tuhan untuk dan lewat kita. Bacaan pertama (Yes. 42,1-4.6-7) menjelaskan secara mendetail peran, tugas dan ciri khas seorang hamba Allah yang diurapi. Dia ditugaskan untuk menjadi perpanjangan tangan Allah untuk memberikan dan membawakan pengharapan lewat pelayanan yang tak kenal pamrih dan lelah.

Pelayanan yang tak kenal pamrih ini pun ditunjukkan secara jelas kepada kita lewat kisah Injil hari ini (Lk. 3,15-16.21-22). Di sini kita disuguhkan dengan dua profil menarik tentang status dan peran seorang hamba Allah. Yang pertama, Yohanes Pembaptis. Ketenarannya di antara masyarakat membuat banyak orang mencari untuk mengikuti dan mendengarkannya, sekaligus memberikan diri mereka untuk dibaptis olehnya. Namun, kesetiaan pada tugasnya sebagai “suara” penyiap dan pembuka pintu kesadaran akan kehadiran Mesias (yang diurapi), membawanya untuk mengingatkan selalu umat dan pengikutnya untuk mencari dan mengikuti DIA yang mereka tunggu. Tokoh panutan kedua dan utama tidak lain dan tidak bukan adalah Yesus sendiri. Tanpa ragu dan malu, dia membiarkan diriNya untuk dibaptis (baca, dilantik) oleh Yohanes sebagai titik awal penampilan publiknya dan juga pewartaannya di tengah orang banyak (pengikut Yohanes). Di sinilah moment di mana Yesus diurapi dan lalu dikonfirmasikan oleh suara yang turun dari langit, bahwa DIA adalah Putera terkasih Allah dan kepadaNya dan lewat Dia, Allah menyatakan semua rencanaNya.

Urapan ilahi yang diterima Yesus di Sungai Yordan ini merupakan awal dari kehidupan publik Yesus. Santo Petrus dalam ceramahnya di hadapan banyak orang, sebagaimana dikisahkan dalam bacaan kedua (Kis.10,34-38) menjelaskan bahwa bahwa pengurapan Yesus membawanya untuk mewartakan kabar gembira kepada masyarakat di berbagai tempat yang dikunjungi. Pesan sentral nubuat nabi Yesaya dalam bacaan pertama sudah pasti menjadi ciri khas cara hidup dan inti pewartaan Yesus dalam kesehariannya. Dia berangkat dan berjalan dari tempat ke tempat, memberitakan kabar sukacita, damai dan keadilan kepada siapa saja tanpa membeda-bedakan orang, demikian Petrus menjelaskan kepada kita lewat bacaan kedua hari ini.

Karena itu, saudara dan saudariku, memaknai Pesta Pembaptisan Yesus pada hari ini, kita semua diundang untuk memperdalam refleksi mengenai pengudusan diri kita sebagai anak Allah lewat peristiwa pembaptisan kita dulu, dan sekaligus membawa perubahan mendasar dalam cara hidup kita setiap hari. Lewat sakramen pembaptisan, kita diangkat dan dikuduskan menjadi anak-anak Allah dan sekaligus diutus untuk menjadi pewarta kebahagiaan, keadilan, cinta kasih kepada orang lain sebagaimana dijelaskan oleh bacaan pertama dan kedua kepada kita. Di sini, contoh dan teladan hidup Yohanes Pembaptis menjadi inspirasi dasar kita.

Singkat kata, kita semua diangkat dan diutus sebagai hamba Allah, sebagai alat Tuhan kepada orang lain.

Titik-titik refleksi:

@ Lewat Pembaptisan kita diangkat sebagai anak Allah dan dikuduskan untuk pewartaan kabar gembira Allah kepada orang lain lewat cara hidup yang autentik.

@ Kita hanyalah alat Tuhan. Yohanes Pembaptis adalah model dan teladan kita.